INILAH ORANG-ORANG YAHUDI DAN NASHRANI YANG MASUK SURGA MENURUT AL QURAN

 

INILAH ORANG-ORANG YAHUDI DAN NASHRANI YANG MASUK SURGA MENURUT AL QURAN

Ketika Salman al Farisi menceritakan sahabat-sahabatnya dulu saat masih memeluk agama Yahudi dan Nasrani, mereka juga shalat, puasa dan beriman bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman yang akan diutus. Setelah itu Nabi bersabda:

"يا سلمان، هم من أهل النار"

Wahai Salman, mereka adalah penduduk neraka. (Hr. Ibn Abi Hatim)

Salman merasa sedih, lalu turunlah firman Allah:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah[57], hari kemudian dan beramal saleh[58], mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. al-Baqarah: 62)

Menafsiri ayat ini, imam Ibnu Katsir menyatakan:

فكان إيمان اليهود: أنه من تمسك بالتوراة وسنة موسى، عليه السلام؛ حتى جاء عيسى. فلما جاء عيسى كان من تمسك بالتوراة وأخذ بسنة موسى، فلم يدعها ولم يتبع عيسى، كان هالكًا. وإيمان النصارى أن  من تمسك بالإنجيل منهم وشرائع عيسى كان مؤمنًا مقبولا منه حتى جاء محمد صلى الله عليه وسلم، فمن لم يتبعْ محمدًا صلى الله عليه وسلم منهم ويَدَعْ ما كان عليه من سنة عيسى والإنجيل -كان هالكا.

Imannya orang Yahudi adalah ketika mereka berpegang teguh pada Taurat dan sunnah Nabi Musa ‘alaihissalam hingga datangnya Nabi ‘Isa alaihissalam. Ketika telah datang nabi ‘Isa, jika mereka masih berpegang teguh pada Taurat dan sunnah Nabi Musa dan tidak mengikuti nabi Musa maka mereka celaka. Imannya orang Nasrani adalah dengan berpegang teguh pada Injil (yang dulu, yang asli) dan mengikuti syari’at yang dibawa Nabi ‘Isa ‘. Imannya tetap diterima, hingga datangnnya Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallama-. Jika mereka tidak mengikuti Nabi Muhammad dan justru menyeru pada Injil dan sunnah nabi ‘Isa maka mereka celaka. (Tafsir al Qu’ran al-‘Azhim li Ibni katsir juz 1 hal. 102)

Siapa Shabi’in? Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai siapa as-shabi’in dalam ayat ini. Imam Ibnu Katsir panjang lebar memaparkan ikhtilaf pendapat para ulama. Lalu beliau menyimpulkan bahwa shabi’in bukanlah pengikut agama Yahudi, bukan Nasrani, bukan Majusi, tidak pula musyrik. Namun mereka adalah kaum yang mengikuti fitrah mereka. Sebagain ulama menyatakan bahwa adalah orang-orang yang tidak sampai dakwah  pada mereka. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Namun yang jelas, surah al-Baqarah ayat 62 bukanlah dalil yang menyatakan bahwa orang-orang kafir saat ini agama mereka dianggap benar, atau menganggap mereka juga akan masuk surga, sebagaimana klaim kelompok Liberal. Ayat ini berbicara tentang orang Yahudi, Nashrani dan Shabi’in dulu sebelum diutusnya Nabi Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallama-.  Dulu bukan sekarang. Adapun setelah diutusnya Nabi Muhammad hanya satu dien yang Allah ridhai yaitu Islam, siapa saja mencari agama selain Islam maka tidak diterima dan di akhirat akan merugi. Na’udzubilllah min dzalika. Allah berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali ‘Imran: 85)

Inilah keyakinan kita sebagai umat bertauhid, maka termasuk sebuah kesyirikan jika kita mengakui bahwa tuhan punya anak, yang kelahirannya diperingati. Haram pula kita mengikuti perayaan yang berisi kesyirikan tersebut.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Ahad. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Banjarmasin, 25 Desember 2020

Al faqiir ilaLllah Wahyudi Ibnu Yusuf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB