DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?
DAKWAH,
FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?
Al
faqiir ila rahmatiLlah Wahyudi Ibnu Yusuf
Ulama sepakat bahwa
dakwah atau al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘anil munkar [1]adalah
sesuatu yang disyari’atkan. Diriwayatkan bahwa Imam Nawawi dan Imam Ibnu Hazm
menyatakan bahwa dakwah hukumnya fardhu/wajib secara ijma’. Hanya saja ulama
berbeda pendapat apakah hukumn dakwah fardhu ‘ain, atau fardhu kifayah bahkan
ada yang berpendapat sunnah (al-mausu’ah
al-fiqhiyyah juz 6 hlm 248)
Secara ringkas
al-Hafidz Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan surah ali ‘Imron ayat 104 beliau
menyatakan bahwa ulama hanya berbeda pendapat pada dua kelompok yakni fardhu
kifayah dan fardhu ‘ain. Beliau sendiri memilih pendapat bahwa dakwah adalah
fardhu ‘ain sesuai dengan kesanggupannya (Tafsir Ibnu Katsir 2/91)
Ulama yang
menyatakan fardhu kifayah di antaranya adalah ad-Dhahak, Imam Thabari dan Imam
Ahmad bin Hanbal. Termasuk hujjatul Islam Imam Ghazali
Ulama yang
berpendapat bahwa hukum dakwah fardhu kifayah dengan berdalil dengan firman
Allah:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada
dari kalian segolongan umat (jama’ah, firqah) yang menyeru kepada kebaikan
(Islam), memerintahkan pada kemakrufan dan mencegah kemungkaran. Dan merekalah
orang-orang yang beruntung (QS. Ali-‘Imron [4]: 104)
Redaksi ‘minkun’
(dari kalian, dengan makna li tab’idh/sebagian) pada ayat di atas
menegaskan bahwa dakwah adalah kewajiban
sebagian orang yang memilki kifayah/kemampuan (Ihya ulumuddin 2/144). Siapa
yang dimaksud ahlul kifayah? Menurut ad-Dhahak, mereka adalah mujahidin dan
ulama (Tafsir Ibnu Katsir 2/91)
Sementara ulama yang
menyatakan bahwa hukum dakwah fardhu ‘ain karena bersandar pada hadist Nabi
saw:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ
Barang siapa di
antara kalian melihat kemungkaran maka maka hendaklah ia merubah dengan tangannya.
Jika tidak sanggup maka hendaklah ia merubah dengan dengan lisannya. Jika tidak
sanggup maka hendaklah ia merubah dengan dengan hatinya. Yang demikian itu (dakwah
dengan hati) adalah selemah-lemah iman (HR. Muslim)
Lafadz ‘man’
(siapa saja) dalam hadist di atas bermakna umum yakni siapa saja. Sehingga
kewajiban dakwah dibebankan kepada setiap individu. (Terjemah kitab Min
ahkam al-amr bil ma’ruf wa an-nahyi ‘anil munkar hlm. 23)
Sebagaimana Imam
Ibnu Katsir pendapat yang dirajihkan oleh syaikh Yasin bin Ali adalah fardhu
‘ain (Terjemah kitab Min ahkam al-amr bil ma’ruf wa an-nahyi ‘anil munkar
hal. 23-35). Dengan sejumlah alasan, diantaranya:
Pertama, pada hadist
riwayat Muslim di atas ketika Nabi saw merinci tingkatan merubah kemungkaran (taghyiir
al-munkar) dengan tingkatan-tingkatan sesuai dengan tingkat kemampuan.
Adanya tingkatan perintah sesuai kemampuan ini merupakan qarinah bahwa tuntutan
tersebut bersifat tegas. Sebagaimana hadist nabi saw dalam hal shalat.
صَلِّ
قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى
جَنْبٍ
Shalatlah engkau
dengan berdiri, jika tidak mampu maka shalatlah dengan duduk, jika tidak mampu
juga maka sambil berbaring (HR. Bukhari)
Adapun yang
menegaskan hokum dakwah fardhu ‘ain adalah di akhir hadist dikaitkan dengan
status keimanan seseorang. Padahal keimanan adalah sesuatu yang harus ada pada
diri setiap muslim. Dalam hadist riwayat Muslim bahkan Nabi bersabda:
"وَلَيْسَ
وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ"
Dan tidak ada iman
sekecil sawi pun setelah itu
Kedua, kewajiban
dakwah disebutkan secara bersamaan dengan berbagai kewajiban yang hukumnya
fardhu ‘ain seperti shalat, zakat dan taat pada Allah dan rasul-Nya. Di antara
dalilnya adalah firman Allah.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-taubah [9]:71)
Ketiga, surah ali
‘Imron ayat 104 adalah dalil yang menunjukkan wajibnya membentuk firqah/jama’ah
sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu katsir. Dimana di antara tugas jama’ah ini
adalah al-amru bil ma’ruf wa an-nahyu ‘anil munkar. Sedang hukum
membentuk dan bergabung dengan jama’ah dakwah hukumnya adalah fardhu kifayah.
Sementara setiap muslim tetap memiliki kewajiban untuk berdakwah baik dengan
bergabung dengan jama’ah dakwah seperti ini maupun berdakwah secara fardhiyah.
Dengan kata lain, ayat ini dapat dikompromikan dengan hadist taghyiirul
munkar dengan pemahaman di atas.
Keempat, terdapat
sejumlah nash yang bermakna tuntutan melakukan dakwah dengan sifat yang umum,
berlaku pada siapa pun dari umat ini. Bahkan
diancam dengan siksaan jika melalaikannya. Diantaranya, Nabi bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ
الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ
ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ
"Sesungguhnya
Allah 'azza wajalla tidak mengadzab manusia secara umum hanya karena perbuatan
dosa segelintir orang, sehingga mereka melihat kemungkaran dan mereka pun mampu
untuk mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka telah
melakukan hal itu, maka Allah akan menyiksa segelintir orang itu dan juga
manusia secara menyeluruh." (HR. Ahmad nomor 17.057)
Kesimpulannya, wallahu
ta’ala a‘lam bi ash-shawab hukum dakwah adalah fardhu ‘ain. Benarlah firman
Allah yang menyatakan: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3)
Banjarbaru,
23 Januari 2016 M / 13 Rabi’ul Akhir 1437 H
Komentar
Posting Komentar