MEREKALAH BINTANG TERANG YANG BERSINAR MALAM DAN SIANG
MEREKALAH BINTANG TERANG YANG BERSINAR
MALAM DAN SIANG
Alhamdulillah, segala puji serta syukur pada pencipta dan pengatur alam semesta
yang telah melimpahkan beragam nikmatnya yang tiada terkira. Shalatan wa
salaman ‘ala sayyidina Muhammad,
manusia pilihan yang paling mulia. Nabi akhir zaman yang cintanya pada umatnya
tiada terkira, setiap manusia di hari kiamat berhajat pada syafa’atnya.
Ketika
al-faqîr membaca naskah buku dari al-akh al-karîm Fahmi ibnu
Suwandy yang berjudul “Kurasakan Harum Angin Surga di Bukit Uhud”, pikiran dan
lamunan al-faqîr langsung menuju sebuah komplek pemakaman di sebuat bukit
cadas yang bernama Uhud. Disana bersemayam 70 syuhada Uhud, termasuk pemimpin
para syuhada (sayyidu as-syuhada), Hamzah bin ’Abdul Muthalib. Merekalah
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia yang telah
membuktikan janjinya. Janji pada Allah dan Rasulullah untuk membela agama Allah
meski nyawa yang menjadi harganya. Allah
Ta’ala abadikan teguhnya mereka dalam menepati dan menetapi janji dalam
firman-Nya:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا
مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ
يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur.
Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya) (QS. al-Ahzab
[33]: 23)
Menurut Anas bin Malik, ayat 23 dari surah al-Ahzab ini turun
berkaitan dengan Anas bin Nadhar, pamannya sendiri. Anas bin Nadhar karena suatu
udzur tidak turut dalam perang Badar al-Kubra, lalu ia berjanji untuk tidak
melewatkan perang selanjutnya. Dan ia benar-benar menepati janjinya. Ia
berperang dengan gagah berani hingga menemukan syahidnya. Bagaimana kondisinya
saat menemukan kematian terindahnya. Keponakannnya, yakni Anas bin Malik menceritakan:
“Kami menemukan
lebih dari delapan puluh bekas tebasan pedang, tusukan tombak, dan panah. Kami
menemukannya telah terbunuh. Ia mati dalam keadaan dicincang oleh kaum musyrik,
hingga tidak ada seorang pun yangmengenalinya kecuali saudara perempuannya.
Kata Anas bin Malik kemudian: “Bibiku, ar-Rubai’ binti an-Nadhar berkata, ‘Aku
hampir tidak mengenali saudaraku kecuali melalui ruas-ruas jarinya”.
Ini adalah kisah nyata, bukan cerita khayalan di negeri dongeng
atau dunia fantasi. Kisah nyata inilah yang diangkat menjadi judul buku karya
al-Akh al-Karim Fahmi ibnu Suwandi. “Kurasakan
Harum Angin Surga di Bukit Uhud”. Selain kisah heroik Anas bin Nadhar di atas
masih ada 40 kisah lainnya yang penuh keteladanan dari generasi terbaik umat ini
yaitu generasi sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Keteladanan dalam semangat
ibadah, dakwah dan jihad hingga keteladanan dalam menjaga diri harta syubhat
apalagi haram. Mereka adalah bintang terang yang senantiasa bersinar. Tidak hanya
di malam hari, namun juga di siang harinya. Dari mereka kita mendapat teladan
dan petunjuk, layaknya musafir yang mengandalkan sinar dan posisi bintang
sebagai panduan perjalannanya.
Bukankah
kita adalah musafir yang berjalan di muka bumi?. Finishnya adalah pertemuan
dengan zat yang mencipta kita, Allah ‘azza wa jalla. Agar kita sampai pada
tujuan kita perlu peta jalan. Selain al-Quran dan as-Sunnah sebagai petunjuk
arah, kita juga perlu teladan sebagai bukti nyata, agar tak ada alasan bahwa
kita tak bisa menjalankan keduanya, padahal sudah ada buktinya nyata dari
generasi sebelumnya. Karenanya baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyatakan:
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ، بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ
اِهْتَدَيْتُمْ
Sahabat-sahabatku bagaikan bintang gemintang, dari siapa saja dari
mereka kalian mengambil teladan maka kalian akan mendapat petunjuk (HR. Ibnu
Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayân al ‘ilm wa fadhlihi, Ibnu Hazm dalam
kitab al-Ihkâm, al-‘Allamah asy-Syaikh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani
nyatakan hadis ini statusnya hasan karena diterima para ulama dan digunakan
mayoritas fuqaha)
Risalah karya al-Akh Fahmi ibnu Suwandy ini adalah diantara yang
akan menjadi jalan bagi terangnya jiwa kita dengan menteladani para bintang
yang bersinar terang malam dan siang. Ditulis dengan bahasa yang ringan, renyah
hingga tak terasa khatam dengan nyaman dan tentunya menggugah jiwa.
Sebagai penutup al-faqîr kutipkan nasihat al-faqîh az-zâhid al-‘âlim
al-‘âmil al-ustâdz al-muhaddits al-mutqin asy-syaikh Nashr bin Muhammad bin
Ibrahim Abu Laits as-Samarqandi dalam kitabnya Tanbîh al-Ghâfilîn,
beliau menasihatkan: “Siapa saja yang mengabaikan nasihat, sejarah sahabat dan
orang-orang salih maka ia akan terkena salah satu dari dua penyakit hati: bisa
jadi ia merasa telah puas dengan amalnya yang sedikit lalu merasa telah
mencapai kedudukan orang-orang salih terdahulu atau sombong dengan amalnya yang
ia rasa banyak lalu merasa lebih baik dari yang lainnya, maka akan gugurlah
semua pahal amalnya (Tanbîh al-Ghâfilîn, hal. 5)
Semoga Allah Ta’ala berikan taufik pada diri kita untuk dapat
meneladani generasi terbaik dari umat ini, hingga kita layak mendapatkan
pertolongan-Nya dengan tegaknya Khilafah Rasyidah yang kedua. Âmîn yâ rabbal’alamîn.
Banjarmasin, 28 Dzulqa’dah 1441 H / 19 Juli 2020
Al-faqiir ila taufîqiLlah Wahyudi Ibnu Yusuf
Komentar
Posting Komentar