Apakah Rukyat Hilal Tiap Bulan?

Apakah Setiap Bulan Harus Rukyatul Hilal?


Tanya :

Ustadz, seperti diketahui ada beberapa ibadah yang terkait dengan rukyatul hilal misalnya puasa Ramadhan, Iedul Fitri, wukuf di Arafah, Iedul Adha, dan puasa ’Asyura (10 Muharram).  Lalu apakah setiap bulan umat Islam wajib melakukan rukyatul hilal?

Jawab :

Hukum melakukan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan qamariyah adakalanya wajib dan adakalanya sunnah (mandub). Hukumnya wajib secara fardhu kifayah jika terkait dengan ibadah-ibadah yang hukumnya wajib, seperti puasa Ramadhan dan ibadah haji.

Maka wajib hukumnya melakukan rukyatul hilal pada malam ke-30 bulan Sya’ban untuk menentukan awal bulan Ramadhan guna melaksanakan puasa Ramadhan. Wajib pula rukyatul hilal pada malam ke-30 bulan Ramadhan untuk mengakhiri puasa Ramadhan serta menentukan awal bulan Syawwal guna merayakan Iedul Fitri, serta malam ke-30 bulan Zulqa’dah untuk menentukan awal bulan Zulhijjah guna melaksanakan ibadah haji, seperti wukuf di Arafah tanggal 9 Zulhijjah, juga untuk menentukan hari raya Iedul Adha tanggal 10 Zulhijjah. (Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz XXII hlm. 13; Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Hukm Itsbat Awa`il As Syahr Al Qamari wa Tauhid Ar Ru`yah, hlm. 7).

Dalil wajibnya melakukan rukyatul hilal ini adalah kaidah fiqih :

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

“Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib.” (Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz XXII hlm. 13).

Adapun jika terkait dengan ibadah-ibadah yang hukumnya sunnah, seperti puasa Tasu`a tanggal 9 Muharram, atau puasa ’Asyura tanggal 10 Muharram, atau puasa sunnah tanggal 13, 14, dan 15 pada setiap bulan qamariyah, maka rukyatul hilal hukumnya sunnah. Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid dalam kitabnya Hukm Itsbat Awa`il As Syahr Al Qamari wa Tauhid Ar Ru`yah berkata,”Jika ibadah hukumnya sunnah, maka melakukan rukyatul hilal hukumnya juga sunnah, sebab hukum untuk sarana itu mengikuti hukum tujuan (al wasa`il lahaa ahkam al ghayat). Maka jika dilakukan rukyatul hilal, itu baik. Jika tidak, maka patokan ibadah sunnah ialah istikmal (menggenapkan) bulan sebelumnya.” (Bakar bin Abdullah Abu Zaid, Hukm Itsbat Awa`il As Syahr Al Qamari wa Tauhid Ar Ru`yah, hlm. 7).

Dalil sunnahnya melakukan melakukan rukyatul hilal tersebut adalah kaidah fiqih :

الوسائل تتبع المقاصد في أحكامها

“Al wasa`il tattabi’ al maqashid fi ahkaamihaa.” (Segala jalan/perantaraan itu hukumnya mengikuti hukum tujuan). (Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, XII/199). Kaidah ini menerangkan bahwa hukum untuk wasilah (jalan/perantaraan) itu sama dengan hukum untuk tujuan. Berdasarkan kaidah ini, rukyatul hilal untuk ibadah sunnah itu hukumnya sunnah. Sebab rukyatul hilal dianggap sebagai wasilah yang akan mengantarkan pada ibadah-ibadah sunnah.

Berdasarkan penjelasan ini, maka melakukan rukyatul hilal hukumnya fardhu kifayah untuk menentukan masuknya bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah. Adapun rukyatul hilal untuk bulan-bulan yang lain, seperti bulan Muharram, Rajab, dan sebagainya hukumnya sunnah, tidak wajib.

Sebagian ulama mewajibkan rukyatul hilal untuk menentukan masuknya bulan-bulan haram (al asyhur al hurum), karena terkait dengan larangan berperang bagi kaum muslimin untuk berperang pada bulan-bulan haram (QS Al Baqarah [2] : 217), yakni bulan Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. (Fahad bin Ali Al Hasun, Dukhul Al Syahr Al Qamari Baina Ru`yat Al Hilal wa Al Hisab Al Falaki, hlm. 11).

Namun menurut kami, rukyatul hilal ini hukumnya tidak wajib, sebab menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani larangan berperang pada bulan-bulan haram itu telah dinasakh (dihapus) oleh ayat-ayat perang sehingga larangan tersebut tidak berlaku lagi bagi kaum muslimin saat ini. (Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hlm. 61). Wallahu a’lam. (www.anaksholeh.net)

Yogyakarta, 11 Desember 2011

Muhammad Shiddiq Al-Jawi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB