8 PENDAPAT PIHAK YANG MEMBOLEHKAN BUNGA BANK SERTA BANTAHANNYA


8 PENDAPAT PIHAK YANG MEMBOLEHKAN BUNGA BANK SERTA BANTAHANNYA
Oleh:  Wahyudi Ibnu Yusuf (Disalin dari PPT KH. Muhammad Siddiq al Jawi)

Pendapat 1 : Bunga Bank Yang Haram Hanya Bunga Yang Konsumtif
 
* Ada yang berpendapat bunga bank yang diharamkan hanyalah bunga yang bersifat konsumtif .
®  Maksudnya, yang haram hanya bunga bank yang diberikan kepada nasabah untuk keperluan konsumtif
®  Misalnya utk beli mobil, rumah, dsb
®  Jadi bunga yang produktif (tidak konsumtif) yaitu untuk modal usaha, halal.
Bantahan Untuk Pendapat 1
®  Pendapat tersebut tidak benar.
®  Karena telah membuat perkecualian haramnya riba, hanya berdasarkan dalil aqli (akal), bukan berdasar dalil syar’i (wahyu).
®  Perkecualian (takhsis) tidak dibenarkan, kecuali berdasarkan dalil syar’i
®  Misal, bangkai itu haram (QS Al Maidah : 3), kecuali bangkai ikan dan belalang (hadits shahih).
®  Dalil keharaman riba bersifat umum (QS Al Baqarah : 275)
®  Artinya, mencakup segala macam bentuk riba, baik untuk keperluan konsumtif maupun produktif.
®  Kaidah ushul fiqih menyebutkan :
®      العام يبقى على عمومه ما لم يرد دليل التخصيص
®  “Dalil umum tetap dalam keumumannya, selama tidak terdapat dalil yang mengkhususkan (mengecualikan keumumannya).”

Pendapat 2 : Bunga Bank Yang Haram Hanya Bunga Yg Berlipat Ganda (Besar)
®  Ada yang berpendapat bunga bank yang diharamkan hanyalah bunga yang berlipat ganda (besar)
®  Maksudnya, bunga yang kecil tidak haram (misal 1% atau 2%)
®  Dail pendapat ini, ayat :
®      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافاً مُضَاعَفَةً
®  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda.” (QS Ali ‘Imran : 130).
Bantahan Untuk Pendapat 2
®  Pendapat itu tidak benar.
®  Karena telah mengambil mafhum mukhalafah (pemahaman sebaliknya yang implisit) secara tidak sah dalam ushul fiqih
®  Mengapa tidak sah? Karena bertentangan dengan nash (ayat / hadits).
®  Nash yang dimaksud, adalah nash yang mengharamkan riba secara umum, baik riba yang sedikit maupun banyak (QS Al Baqarah : 275).
®  Dalam ilmu ushul fiqih, mafhum mukhalafah tidak sah jika bertentangan bertentangan dengan nash (ayat / hadits).
®  Misal, muslim dilarang memaksa budak perempuannya melakukan pelacuran jika mereka menghendaki kesucian (QS An Nuur : 33).
®  Mafhum mukhalafah-nya : boleh memaksa budak perempuan jika mereka tidak menghendaki kesucian
®  Mafhum mukhalafah ini batil dan tidak boleh diamalkan.
®  Karena bertentangan dengan nash umum yang mengharamkan zina, baik pelaku zina menghendaki kesucian atau tidak (QS Al Isra’ : 32).
®  Demikian pula, membolehkan riba yang sedikit (tak berlipat ganda) dengan mengambil mafhum mukhalafah dari QS Ali Imran : 130 adalah batil
®  Karena bertentangan dengan nash yang mengharamkan riba (QS Al Baqarah : 275).

Pendapat 3 : Bunga Bank Yang Haram Hanya Bunga Yg Berlipat Ganda (Besar)
®  Pendapat 3 ini seperti pendapat 2, hanya berbeda sedikit istidlal-nya (penggunaan dalilnya).
®  Pendapat 3 ini mengatakan bahwa riba secara umum memang haram berdasar QS Al Baqarah : 275
®  Tapi kemudian ada pengecualian (takhsis), yaitu yang diharamkan khusus riba yang berlipat ganda berdasar QS Al ‘Imran : 130.
®  Jadi riba yang tidak berlipat ganda hukumnya boleh, sebagai takhsis (perkecualian) dari keumuman riba.
®  Pendapat 3 ini batil.
®  Karena tidak benar QS Ali ‘Imran : 130 adalah dalil takhsis (pengecualian) dari keumuman riba
®  Sebab, dalam ilmu ushul fiqih, dalil takhsis haruslah datang belakangan, sedang dalil umum datang lebih dulu
®  Seharusnya QS Al Baqarah : 275 turun lebih dahulu, baru kemudian turun QS Ali ‘Imran : 130
®  Faktanya tidak demikian, karena QS Ali ‘Imran : 130 turun lebih dahulu, baru kemudian turun QS Al Baqarah : 275 .

Pendapat 4 : Bunga Bank Boleh Untuk Mengimbangi Inflasi
®  Ada yang berpendapat, bunga bank boleh, karena untuk mengimbangi inflasi
®  Inflasi adalah fenomena dimana jumlah uang yang beredar lebih banyak daripada jumlah barang dan jasa di pasar
®  Inflasi ditunjukkan oleh penurunan nilai mata uang kertas (fiat money).
®  Contoh ; uang Rp 100 ribu pada tahun 2003,  berbeda nilainya dengan uang Rp 100 ribu tahun 2013 sekarang.
®  Jadi, menurut pendapat ini adanya bunga bank adalah suatu kewajaran sebagai imbangan terjadinya inflasi.
Bantahan Untuk Pendapat 4
®  Pendapat 4 ini batil dari 2 (dua) segi.
®  Pertama, pendapat ini hanya berdasarkan dalil aqli (logika), bukan berdasarkan dalil syar’i (wahyu).
®  Berbicara hukum Islam, artinya adalah berbicara hukum berdasarkan wahyu Allah (Al Qur`an dan As Sunnah), bukan hukum berdasarkan akal manusia.
®  Lihat dalil-dalil yang mewajibkan kita mengikuti hukum wahyu, misalnya QS Al Maaidah : 48 dan 49, QS Al Maaidah : 50, QS Al A’raf : 3, dll.
®  Kedua, sesungguhnya kebijakan negara mencetak uang kertas (fiat money) adalah suatu kekeliruan
®  Karena uang kertas tidak mempunyai nilai intrinsik (pada dirinya sendiri) sehingga menyebabkan inflasi yang terus menerus
®  Seharusnya yang dicetak adalah uang berbasis logam mulia (dinar dan dirham), yang anti inflasi
®  Pada zaman Nabi SAW harga 1 ekor kambing adalah 1 dinar, sekarang juga masih 1 dinar
®  Jadi membolehkan riba untuk mengimbangi inflasi akibat uang kertas, adalah mengoreksi kesalahan dengan membuat kesalahan baru
®  “Mengatasi Masalah dengan Masalah”.
®  Seperti hanya membersihkan kotoran (yang najis) pada baju  dengan menggunakan darah (yang juga najis).
®  Seharusnya, membersihkan kotoran  itu mestinya menggunakan air mutlak yang suci, bukan menggunakan darah yang sesama najis. 

Pendapat 5 : Bunga Bank Boleh Jika Bank-nya Milik Negara
®  Ada yang berpendapat, bunga bank boleh, jika bank-nya adalah bank negara (pemerintah)
®  Karena bunga yang diberikan bank pemerintah dianggap sebagai bagian dari pelayanan negara yang menjadi hak rakyat
®  Jadi jika bank-nya adalah bank swasta (bukan pemerintah), bunga bank baru dikatakan haram.
Bantahan Untuk Pendapat 5
®  Ini pendapat batil, dari 2 (dua) segi :
®  Pertama, karena pendapat ini hanya berdasarkan dalil akal, bukan berdasarkan dalil syariah (wahyu)
®  Kedua, pendapat ini telah mengecualikan haramnya riba tanpa dalil syariah.
®  Karena tidak terdapat dalil syariah yang mengatakan bahwa riba dibolehkan jika diberikan oleh negara kepada rakyatnya.

Pendapat 6 : Bunga Bank Boleh Karena Dulu Belum Ada Bank
®  Ada yang berpendapat, bunga bank boleh, karena dulu di jaman Nabi Muhammad SAW belum ada institusi keuangan bernama bank.
®  Riba pada masa itu adalah riba yang terjadi dalam interaksi antar individu, misal dalam hubungan utang piutang antar individu.
®  Jadi riba jaman dulu bukan riba antar individu dengan institusi bank seperti masa modern saat ini.
Bantahan Untuk Pendapat 6
®  Ini pendapat batil, haramnya riba adalah bersifat umum, baik riba antar individu maupun antar individu dengan institusi keuangan (bank)
®  Selain itu, jika riba antar individu haram, maka riba oleh institusi tentu lebih haram lagi.
®  Karena riba oleh institusi pasti mempunyai legitimasi yang lebih kuat daripada riba antar individu.
®  Ini sama halnya dengan zina dalam pelacuran
®  Pelacuran bisa terjadi antar individu, bisa juga terjadi antar individu dengan sebuah institusi prostitusi (misal rumah bordil / lokalisasi).
®   maka jika pelacuran antara individu dharamkan, maka pelacuran yang didukung sebuah sistem / institusi tentu lebih haram lagi.

Pendapat 7 : Bunga Bank Boleh Karena Terjadi Secara Suka Sama Suka (rela)
®  Mungkin ada yang berpendapat, bunga bank boleh, karena antara pemberi bunga dan penerima bunga sudah sama-sama rela (suka sama suka)
®  Artinya, tidak terjadi paksaan kepada pihak-pihak yang terlibat riba
®  Sehingga unsur kerelaan ini menjadi alasan dibolehkannya bunga bank.
Bantahan Untuk Pendapat 7
®  Ini pendapat batil.
®  Karena kerelaan (suka sama suka) itu tidak dapat menghalalkan sesuatu yang haram.
®  Yang haram tetap haram, meskipun dilakukan secara suka sama suka.
®  Misal : berzina yang dilakukan secara suka sama suka, tetap haram.
®  Demikian pula, bunga bank yang dilakukan secara suka sama suka, hukumnya tetap haram.

Pendapat 8 : Bunga Bank Boleh Karena Bermanfaat (ada tambahan).
®  Mungkin ada yang berpendapat, bunga bank boleh, karena bunga itu ada manfaatnya
®  Manfaatnya adalah adanya tambahan uang bagi para penabung di bank
®  Atau tambahan uang bagi pihak bank dari para kreditor (pihak yang berutang kepada bank)
®  Bukankah tambahan uang itu sesuatu yang bermanfaat?
Bantahan Untuk Pendapat 8
®  Pendapat ini batil.
®  Karena sesuatu yang bermanfaat itu tidak selalu hukumnya halal.
®  Sesuatu yang bermanfaat itu adakalanya halal, adakalanya haram.
®  Jika sesuatu yang bermanfaat itu hukumnya haram, hukumnya tetap haram, tidak berubah menjadi halal.
®  Perhatikan firman Allah SWT :
®      يَسْأَلُونَكَ عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
®  “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamr (minuman keras) dan maisir (judi). Katakanlah (Muhammad),’Pada keduanya ada dosa besar dan ada pula manfaat-manfaatnya untuk manusia, namun dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS Al Baqarah : 219)
®  Ayat tsb dengan jelas tetap mengharamkan khamr dan judi, meskipun khamr dan judi ada manfaatnya bagi manusia.
®  Ingat standar perbuatan muslim adalah halal-haram (syariah), bukan manfaat.
®  Apa yang dihalalkan adalah baik, sedang apa diharamkan adalah buruk, walaupun bermanfaat.

Alalak, 9 Muharram 1440 H / 9 September 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB