BEDAH RUMAH DAN PERUBAHAN SISTEM
BEDAH RUMAH DAN PERUBAHAN SISTEM
Perubahan sistem sejatinya bukanlah hal yang aneh. Banyak hal telah
berubah. Hanya satu yang tak berubah yaitu perubahan itu sendiri. Demikian kalimat
penuh hikmah yang pernah saya dengar dalam sebuah training. Demikian pula
perubahan dari sistem sekular-kapilatis-demorkasi menjadi sistem Islam sejatinya juga bukanlah
hal yang menakutkan. Perubahannya dapat berlangsung secara alami dan sangat
memungkinkan tanpa pertumpahan darah. Sebagaimana dulu Nabi Saw mengubah
tatanan kehidupan Jahiliyah di Yastrib menjadi tatanan kehidupan yang diatur
dengan Islam. Perubahannya berlangsung sangat alami dan menyenangkan. Buktinya
kehadiran beliau sangat dinantikan dan disambut dengan gegap gempita.
Gambaran perubahan yang menyenangkan adalah seperti acara BEDAH
RUMAH di salah satu stasiun televisi swasta. Ketika pemilik rumah menyadari
bahwa rumahnya tak layak lagi untuk dihuni. Di saat yang sama ada pihak yang
menawarkan untuk ‘membedah’ dan mempermark rumahnya. Syaratnya penghuni rumah
harus rela rumahnya dibongkar dan dirubuhkan, padahal ada sejuta kanangan
bersamanya. Nyatanya proses Bedah Rumah tersebut sangat diikmatinya, hingga
kita yang menonton pun sangat menikmati dengan penuh haru dan biru. Mengapa bisa
demikian? Karena ada harapan akan
tinggal di rumah yang baru dan membangun harapan baru.
Demikian pulalah perubahan sistem sekular-kapitalis-demokrasi
menjadi sistem Islam juga semestinya dinikmati dengan suka cita, karena Islam
adalah harapan baru. Harapan terwujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan
di dunia hingga akhirat. Meski lazimnya perubahan memang harus ada yang
dirubuhkan dan ditinggalkan. Jika dalam
acara bedah rumah yang dirubuhkan adalah bangunan fisik, sedang dalam perubahan
sistem yang dirubuhkan adalah bangunan/konstruksi pemikiran. Dari pemikiran
yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan (sekular) menjadi berasaskan
akidah Islam. dari pemikiran yang menjadikan asas manfaat keduniawian menjadi
manfaat yang bersandarkan ridha Allah dengan tunduk patuh pada titah perintah-Nya.
Ketika semua pihak atau minimal mayoritas publik menyakini bahwa sistem yang
diterapkan saat ini adalah sistem yang bobrok dan mereka berhasil diyakinkan
bahwa sistem Islamlah yang akan menyelamatkan mereka dari kebobrokan tersebut, maka
perubahan akan bergulir secara alami bahkan sangat mungkin tanpa tumpah darah
setespun. Bayangkan jika presidennya, wapresnya, anggota DPR, TNI-Polri, Kyai
dan santrinya, dosen dan mahasiswanya, guru dan siswanya, , pengusaha dan
buruhnya, petani, nelayan dan seterusnya menginginkannya maka sungguh semuanya
akan berjalan dengan manis dan lembut.
Ingat yang perlu diruntuhkan hanyalah pemikiran dan perilaku yang
tidak berdasarkan Islam. Tidak akan ada tempat ibadah non muslim yang
diruntuhkan, tempat maksiat hanya dikonversi menjadi tempat non maksiat, perbankan
ribawi hanya akan dikonversi agar akad-akadnya sesuai dengan syariat, kampus
dan sekolah hanya akan diubah asas pendidikan dan kurikulumnya, gedung DPR
menjadi gedung Majlis Ummah, gedung DPRD menjadi gedung Majlis Wilayah, istana
negara menjadi Dār Khilafah (kantor kepala negara Islam), kantor
Mahkamah Konstitusi menjadi kantor Mahkamah Mazhalim, Mahkamah Agung menjadi
kantor Qadha (peradilan), perusahaan tambang bisa saja dipekerjakan oleh
negara sebagai ajiir yang akan mendapat kompensasi atas kerjanya, dan
seterusnya. Proses konversi tersebut berlangsung tanpa ada bangunan fisik yang diruntuhkan.
Jadi anggapan bahwa jika khilafah tegak atau jika diperjuangkan maka “Indonesia
akan di Suriahkan” adalah anggapan yang semestinya
perlu ditinjau ulang.
Anggapan “Indonesia akan di-Suriahkan” hanya akan terjadi jika
masih banyak pihak-pihak yang belum teryakinkan bahwa Islam adalah harapan
perubahan ke arah yang lebih baik atau masih adanya orang-orang yang oportunis
yang meraup keuntungan dari penguasaan Asing dan Aseng atas negerinya sendiri. Tugas
pejuang Islam adalah meyakinkan orang-orang yang masih ragu bahwa Islam adalah
sistem kehidupan yang paripurna menjamin keadilan dan kesejahteraan, semua
pihak termasuk non muslim juga harus mendapat sentuhan dakwah dan menjelaskan
Islam yang rahmatan lil alamiin adalah saat diterapkan secara paripurna. Secara
normatif-konseptual-empiris harus ditunjukkan keunggulan Islam untuk menjawab
pelbagai persoalan yang mendera saat ini, secara historis juga wajib
ditunjukkan bahwa Islam terbukti memberikan kesejahteraan dan keamanan untuk
semua kalangan. Karena itu pejuang Islam harus lebih memahami Islam dari aspek
epistimologi (kajian yang sifatnya mendasar dan filosofis), hingga aksiologis
yang sifatnya mendetil dan terperinci ditambah penguasaan terhadap realitas
sejarah serta cara penyikapannya yang tepat. Jika hal ini dilakukan dengan
terus menerus maka penetrasi dakwah akan semakin kuat. Seiring makin derasnya
dukungan umat, apalagi saat ini umat semakin kecewa dengan demokrasi dan para
politisi oportunis maka saat itulah perubahan akan terjadi dan orang-orang
oportunis akan tersisih atau bahkan mereka menjadi bagian dalam perubahan besar
dunia menuju Islam dan Khilafah. Aamiin. Takbir!!!
Alalak, 13 Dzul Qa’dah 1440 H/ 14 Juli 2019
Wahyudi Ibnu Yusuf
Komentar
Posting Komentar