Khutbah Jumat Baitul Hikmah


‘MENYEMBELIH’ KESOMBONGAN

Di momen Idul Adha ini, kita juga kembali mengenang kisah teladan abadi, dari dua Nabi yang taat pada Tuhannya dengan ketaatan tanpa “tapi”. Ibrahim ‘alaihis salam ketika menyembelih putra yang dicintai, Ismail ‘alaihis salam.

Wahai hadirin simaklah sepenggal kisah tentang cinta yang amat romantis, sekaligus dramatis, namun berakhir manis. Dalam ucapan Ismail berikut:
 “Wahai ayahandaku, ikatlah tubuhku, agar aku tidak meronta. Jagalah bajumu agar tidak terkena darahku, jika terlihat oleh Ibu, hal itu akan membuatnya pilu. Percepatlah  dalam menyembelihku, agar kematian itu menjadi ringan bagiku. Palingkanlah wajahku, agar engkau tak memandang wajahku, lalu engkau merasa kasihan padaku. Dan agar aku tak melihat tajamnya pisau hingga rasa takut menyergapku. Wahai ayahandaku, jika engkau pulang dan bertemu ibu, sampaikan salam hormatku”. (Tafsir Imam Qurthubi juz 15 hlm. 104, Maktabah Syamilah). 

Ketundukkan yang total seperti inilah yang Allah gambarkan dalam al Quran:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). (QS. Ash-Shoffat: 103)

Nabi Ibrahim lalu meletakkan pisau di leher putranya, menggerakkannya dengan cepat di leher Ismail,  sementara Malaikat Jibril bertakbir:. “Allahu Akbar. Allahu Akbar”. Lalu Ismail bertahlil dan bertakbir “Laa ilaha illaLlah wallahu Akbar”. Nabi Ibrahim kemudian mengucapkan “Allahu Akbar walillahilhamd”. Apa yang terjadi?. Apa yang terjadi hadirin?.  Pisau tajam yang ada di tangannya tak sanggup menembus kulit putranya. Allah berseru kepada nabi Ibrahim:
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu (QS. Ash-Shaffat: 104-105)
Allah kemudian ganti Ismail dengan seekor kibas atau domba.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Di antara pelajaran ibadah kurban adalah agar kita ‘menyembelih’ kesombongan kita. Sombong adalah penyakit hati yang sangat berbahaya. Penyakit yang dapat mencegah pelakunya masuk ke dalam surga. Nabi bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sekecil atom sekalipun(HR. Muslim)
Bukankah Iblis terusir dari surga karena sombong?. Ia merasa lebih baik dari Adam. Iblis berkata:
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Saya lebih baik dari Adam. Engkau ciptakan aku dari api, sedang Engkau cipta ia dari tanah (QS. Al- A’raf: 12)

Apa itu sombong? Sombong adalah istilah syar’i yang telah ditetapkan baginda Nabi . Maka kita tak boleh membuat definisi sendiri. 

Dalam lanjutan hadis di atas, seseorang bertanya:
إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً
Sesungguhnya seseorang suka berpakaian dan bersandal yang bagus
Nabi menjawab
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
(itu bukan sombong), karena sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia (HR. Muslim)

Dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin, Hujjatul Islam Imam Ghazali menyebutkan.  Tidak akan muncul sifat sombong (takabbur) kecuali jika seseorang mengagungkan dirinya. Menta’zhim atau mengagungkan diri ini bisa jadi karena faktor agama atau dunia. Faktor agama yakni karena ilmu dan amalnya. Faktor dunia bisa jadi kecantikan, kekayaan, nasab, banyaknya pendukung, titel, pangkat dan jabatan, dsb. (Ihya ‘Ulumiddin juz 3 hal. 34, Maktabah Syamilah)

Karena merasa diri agung dan lebih hebat dari yang lain inilah seseorang dapat menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Parahnya tak jarang orang yang sombong menolak kebenaran yang datangnya dari Allah dan Rasulnya. Bukankah kebenaran mutlak semata dari Allah?
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (QS. Al-Baqarah: 147)

Maka sikap menolak hukum Allah sembari menganggap ada aturan yang lebih baik dari pada hukum Allah bukankah hal itu termasuk sifat sombong? Menganggap syariat Islam sudah tidak relevan dengan zaman dan lebih memilih aturan buatan manusia apakah bukan bentuk kesombongan? Bahkan bisa jadi ini adalah bentuk kesombongan terbesar. Karena yang tolak adalah kebenaran dari yang Maha Benar. Apalagi jika merendahnya dengan anggapan ada yang lebih baik dari hukum Allah. Na’udzubillah min dzalik. Semoga khutbah singkat ini menjadi renungan untuk kita. Agar tunduk patuh pada titah perintah Allah. Sebagaimana Ibrahim dan Ismail tunduk patuh pada perintah-Nya. Aamiin
Banjarmasin, 22 Agustus 2018/11 Dzulhijjah 1439 H
Al faqiir ila rahmatiLlah Wahyudi Ibnu Yusuf


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB