MENYEMBUNYIKAN AMAL
(Kisah 'Amir bin Abdullah At-Tamimi)

02. Sirah

Seorang pemuda dari kota Bashrah menceritakan tentang seorang tabi'in yang bernama 'Amir bin Abdullah at Tamimi.

Suatu ketika, aku melakukan safar bersama rombongan 'Amir bin Abdullah. Malam menjelang. Kami memutuskan untuk bermalam di sebuah hutan. Aku melihat 'Amir mengemasi barang-barangnya. Tak lupa ia menambatkan kudanya di sebuah pohon. Mencarikan rumput untuk makanannya. Lalu ia masuk ke dalam hutan.

Demi Allah, aku akan mengikuti orang ini. Gumamku dalam hati, dan akan melihat apa yang akan ia perbuat.

'Amir menuju sebuah pohon yang rindang dan lebat hingga tertutup dari pandangan manusia. Ia menghadap kiblat lalu shalat. Belum pernah aku melihat shalat yang sebagus, sempurna dan sekhusyu' shalatnya. Setelah shalat sebanyak yang dikehendaki oleh Allah 'azza wa   jalla, ia mulai berdoa dan bermunajat Kepada-nya.

Rasa kantuk membuatku berkali-kali tertidur dan bangun. Senantiasa aku melihat 'Amir tegak dalam shalatnya dan tenggelam dalam pinta dan munajatnya kepada Allah hingga tiba waktu Subuh.



Usai shalat subuh kembali ia berdoa.  Di antara doanya adalah: "Ya Allah, aku memohon tiga hal. Engkau telah mengabulkan dua hal. Penuhilah sisanya agar aku bisa beribadah kepada-Mu sesuka hati dan kehendakku."

Kemudian ia beranjak dari tempatnya. Ia menolehkan pandangannya kepadaku. Dengan terperanjat ia berkata, "Apakah Anda mengikuti saya dari tadi malam, wahai saudaraku dari Bashrah?"

Ya, jawabku singkat

"Rahasiakan apa yang Anda lihat. Mudah-mudahan Allah menutupi aib Abda," pintanya.

"Beritahukan saya tiga permintaan Anda. Kalau tidak, sungguh saya akan beritahu orang-orang tentang apa yang Anda lalukan," kataku.

"Celaka Anda. Jangan Anda lalukan!" katanya.

Jawab dulu pertanyaan saya!" desakku

Tatkala melihat keseriusanku, ia pun berkata, "Ya, asal Anda tidak menceritakan kepada orang lain. Bagaimana?"

"Baiklah, saya berjanji kepada Allah untuk tidak menyebarkan   rahasia inu selama Anda masih hidup" janjiku kepadanya.

Tidak ada fitnah (ujian) yang lebih sya takuti yang akan merusak agama saya selain wanita. Maka dari itu saya memohon kepada Allah agar menghilangkan kecondongan saya pada wanita. Allah pun mengabulkan doa saya sehingga saya tidak peduli lagi siapa yang saya lihat, wanita atau tembok."

"Itu yang pertama. Yang kedua?" tanyaku lagi

"Yang kedua, saya memohon kepada Allah agar tidak ada yang saya takuti selain Dia. Allah pun mengabulkan doa saya ini sehingga tidak ada lagi yang saya takuti di langit dan di bumi selain Allah saja".

"Terakhir, apa yang ketiga?"

"Saya memohon kepada Rabb saya agar menghilangkan rasa kantuk yang ada pada diri saya sehingga saya bisa beribadah Kepada-nya sepanjang malam dan siang, kapan pun saya mau. Namun, Allah belum mengabulkannya".

Sekejap setelah mendengar jawaban ini, aku berkata: "Kasihanilah diri Anda. Anda telah menghabiskan malam untuk shalat dan siang untuk berpuasa, padahal surga bisa diraih dengan amalan yang lebih kecil dari apa yang telah Anda kerjakan. Neraka juga bisa dijauhi dengan amalan yang lebih ringan dari amalan yang telah Anda jaga".

Dikutip dari terjemahan kitab Shuwar min Hayati Tabi'in dengan judul Sirah Tabi'in karya Dr. Muhammad Ra'fat Basya

Bjm, 6 Juli 2018
Khadim Majlis Darul Ma'arif
Wahyudi Ibnu Yusuf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB