Ketika Tukang Cukur Mengerti Fikih
(01. Siroh)

Imam Abu Hanifah menceritakan dirinya. Aku melakukan lima kesalahan dalam  pelaksanaan manasik di Mekah, maka seorang tukang cukur mengajariku. Kejadian itu berlangsung ketika aku akan mencukur rambutku usai melakukan ihram. Aku pun mendatangi seorang tukang cukur.

"Berapa upahnya"? Tanyaku padanya.

Serta merta ia menjawab, "Semoga Allah memberi anda hidayah. Ibadah tidak butuh itu semua. Duduk dan santailah".

Aku pun duduk. Namun, aku merasa sungkan, malu, dan tidak enak. Kala itu aku duduk tidak menghadap kiblat. Tukang cukur itu lalu memberiku isyarat agar aku duduk menghadap kiblat. Aku pun menurut saja. Aku semakin salah tingkah dan malu. Aku lalu menyerahkan kepala bagian kiri agar segera dicukur.

"Berikan kepala sebelah kanan Anda". Pintanya

Aku pun menyerahkan kepalaku bagian kanan untuk dicukur. Dia pun mulai mencukur. Aku hanya bisa duduk terdiam sambil memperhatikan dengan penuh kekaguman.

"Mengapa Anda diam saja? Bertakbirlah. Katanya

Aku pun bertakbir sampai aku berdiri hendak pergi.

"Eitss, Anda mau kemana?" Ia bertanya padaku

"Aku hendak menuju ke kendaraanku," jawabku

"Shalatlah dua rakaat terlebih dahulu, barulah pergi sesuka Anda," katanya.

Aku pun shalat dua rakaat. Aku bergumam kepada diriku, "Tidak mungkin seorang tukang cukur melakukan semua ini kecuali ia orang yang berilmu."

Benar saja, tukang cukur tersebut adalah salah satu murid 'Atha bin Abi    Rabah. Seorang tabi'in yang faqih fiddin, seorang mantan budak yang menjadi ulama besar di Mekah. Dimana jika ada 'Atha maka tak ada seorang pun yang berani berfatwa. Khalifah bertanya banyak hal padanya. Semua nasihatnya dikabulkan oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

Dikutip dari buku Sirah Tabi'in karya Dr. Abdurrahman Raf'at Basya


Wahyudi Ibnu Yusuf
Bjm, 26 Juni 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB