Syarat Potong Tangan
SYARAT DAN KONDISI DIJATUHKANNYA HUKUM POTONG TANGAN
DALAM KASUS PENCURIAN DALAM TINJAUAN FIKIH ISLAM
Pendahuluan
Akhir-akhir
ini banyak terjadi kasus pencurian. Kasus kakau, semangka, sandal jepit,
bawang, dst. Penegak hukum bergerak sigap menyikapi kasus-kasus tersebut. Ironisnya untuk kasus-kasus besar yang
nilainya milyaran atau bahkan triliyunan aparat hukum dinilai lambat bahkan
ogah-ogahan. Ternyata hukum di negeri ini hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke
atas.
Disisi lain
Islam sebagai dien yang sempurna memiliki seperangkat hukum sanksi mengenai
kasus pencurian. Hanya saja hukum yang berkenaan dengan pencurian ini belum
dipahami secara benar oleh umat Islam sendiri. Dalam benak mereka jika orang
mencuri maka pasti dipotong tangannya. Ketidakpahaman terhadap hukum ini
berakibat pada penolakan terhadap hukum potong tangan atau bahkan syariat Islam
secara umum. Survey yang dilakukan oleh Sharia Economic and Management
(SEM)Institute pada tahun 2008 mengenai persepsi publik terhadap syariat
Islam menunjukkan bahwa hukum potong tangan adalah hukum yang paling ditakuti.
Untuk
menjelaskan hal ini pada makalah ini akan dibahas mengenai syarat dan kondisi
pelaksanaan hukum potong tangan dalam kasus pencurian.
Syarat
Hukum Potong Tangan
Syaikh
Abdurrahman al Maliki dalam kitab Nizhomul ‘Uqubat fil Islam (Sistem
Sanksi dalam Islam) menjelaskan bahwa hukum potong tangan hanya diberlakukan
jika memenuhi tujuh syarat. Jika satu saja dari tujuh syarat ini tidak
terpenuhi maka hukum potong tangan tidak diberlakukan. Tujuh syarat tersbut
adalah:
1.
Memenuhi definisi pencurian
dalam Islam.
Pengertian pencurian adalah:
السرقة هو أخذ المال على وجه الاختفاء والاستتار
Mengambil barang dengan cara sembunyi-sembunyi
atau rahasia (Nizhomul ‘Uqubat fil Islam hlm. 51)
Ulama sepakat bahwa merampas,
menjambret, merampok, berkhianat tidak
disebut pencurian. (fiqhul Islam wa adillatuhu li syaikh Wahbah Zuhaili 7/360).
Maka tidak dikenai had (hukum) potong tangan tetapi dikenai hukum yang lain. Dari Jabir, dari Nabi saw, Beliau
bersabda:
لاَ يُقْطَعُ الْخَائِنُ
وَلاَ الْمُنْتَهِبُ وَلاَ الْمُخْتَلِسُ
Tidak dipotong tangan bagi penipu, perampok, dan penjambret (Redaksi HR
Ibnu Majjah no. 2689 hadist semisal diriwayatjab Imam Abu Dawud no. 4394)
Berdasarkan dalil di atas juga, seseorang yang mengingkari
(mengkhianati) barang titipan (wadi’ah) tidak dikenai potong tangan.
Karena tidak termasuk dalam pengertian pencurian. Sedangkan pencopet disamakan dengan pencurian
karena mengambil barang dari tempat yang tersembunyi. Sedangkan orang yang
meminjam barang kemudian mengingkarinya maka dihukum potong tangan berdasarkan
dalil yang menjelaskannya.
2.
Harta yang dicuri mencapai
nishab yaitu ¼ dinar. Tidak dijatuhkan hukum potong tangan kecuali barang yang
dicuri minimal senilai ¼ dinar. Satu dinar syar’ie adalah 4, 25 gram emas,
sehingga ¼ dinar adalah 1, 0625 gram emas. Atau jika harga 1 gram emas adalah
Rp 500.000,00 maka nishab pencurian adalah senilai Rp 531.250,00. Dalinya
adalah riwayat dari Bunda ‘Aisyah rah, Nabi bersabda:
تُقْطَعُ الْيَدُ
فِى رُبُعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا
Tangan dipotong
(karena pencurian) ¼ dinar atau lebih (HR. Bukhari no. 6789)
3.
Harta/barang yang dicuri
adalah barang yang boleh dimiliki secara syar’ie. Jika barang yang dicuri adalah barang yang
tidak dibolehkan untuk dimiliki maka tidak dijatuhkan had potong tangan. Sebagai
contoh mencuri khamar dari pemilik muslim maka tidak dijatuhkan hukum ptong
tangan. Akan tetapi jika milik non muslim maka dikenai hukum potong tangan.
4.
Barang yang dicuri
tersimpan dalam tempat penyimpanan. Maka tidak dijatuhkan hukum potong tangan
jika pencuri mengambil barang dari rumah atau gudang yang terbuka pintunya.
‘Amru bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya meriwayatkan bahwa ada seorang
laki-laki dari suku Mazinnah bertanya kepada Nabi saw tentang pencurian kurma
yang masih ada di pohon. Nabi bersabda:
مَا أُخِذَ فِي أَكْمَامِهِ فَاحْتُمِلَ
فَثَمَنُهُ وَمِثْلُهُ مَعَهُ وَمَا كَانَ مِنْ الْجَرِينِ فَفِيهِ الْقَطْعُ إِذَا
بَلَغَ ثَمَنَ الْمِجَنِّ وَإِنْ أَكَلَ وَلَمْ يَأْخُذْ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَالَ الشَّاةُ
الْحَرِيسَةُ مِنْهُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ثَمَنُهَا وَمِثْلُهُ مَعَهُ وَالنَّكَالُ
وَمَا كَانَ فِي الْمُرَاحِ فَفِيهِ الْقَطْعُ إِذَا كَانَ مَا يَأْخُذُ مِنْ ذَلِكَ
ثَمَنَ الْمِجَنِّ
"Apa yang diambil dari mayangnya,
maka dia menanggung harganya dan yang serupa dengannya. Sementara buah-buahan
yang berada pada tempat penebahan biji, maka si pencuri harus dipotong
tangannya apabila mencapai harga sebuah perisai. Dan apabila ia hanya
memakannya saja dan tidak mengambilnya, maka ia tidak terkena potong tangan.
"Lalu ia bertanya, "Bagaimana dengan kambing yang berkeliaran di
gunung-gunung yang ada penjaganya, wahai Rasulullah?" Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Dihitung nilainya dan yang
sejenisnya, dan orang yang mengambilnya dihukum. Sementara kambing yang
dikurung dan yang berada di dalam kandang, maka seseorang dipotong tangannya
apabila kambing yang diambil sama nilainya dengan sebuah perisai. (HR. Ibnu
Majah no. 2586)
Pengertian tempat penyimpanan (al hirz) dikembalikan kepada
pengertian yang dipahami masyarakat, yakni istiah yang berlaku di masyarakat
karena al hirz berkaitan dengan fakta tertentu dan syariat juga tidak
membatasinya dengan makna khusus.
5.
Harta yang dicuri bukan
harta yang syubhat ditinjau dari sisi bahwa seseorang memiliki hak terhadap
barang tersebut; atau ia berhak mengambil barang tersebut. Alasannya adalah
seseorang pencuri tidak dijatuhi hukum potong tangan jika harta yang dicuri
milik orang tuanya atau harta anaknya, atau harta yang ia memiliki hak atasnya.
Nabi bersabda:
إِنَّ أَطْيَبَ مَا
أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَإِنَّ وَلَدَهُ مِنْ كَسْبِهِ
Sesungguhnya yang paling baik adalah apa yang dimakan seorang laki-laki
dari usahanya dan anaknya termasuk
usahanya. (HR. an-Nasaai no. 4464)
Demikian juga pencuri tidak dikenai potong tangan, bila yang diambilnya
berasal dari baitul mal. Ibnu Majjah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang
budak mencuri harta dari al-khumus (1/5 dari harta rampasan perang) yang
disimpan di baitul mal. Peristiwa tersebut dilaporkan kepada Nabi dan Beliau
tidak memotong tangannya. Kemudian beliau bersabda, “ Harta Allah dicuri satu
dengan yang lain”. Dalam riwayat lain beliau menyatakan:
لَيْسَ عَلَى مَنْ سَرَقَ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ
قَطْعٌ
Tidak dipotong tangan orang yang mencuri dari baitul mal (HR. al
Baihaki no. 17.766 dari ‘Ali bin abi Thalib)
Harta yang kedudukannya seperti baitul mal merupakan harta milik umum
seperti air bersih, minyak tanah, bensin, listrik. Pencuri yang mencuri milik
umum tidak dipotong tangannya akan tetapi tetap dijatuhi ta’zir (hukum yang
ditetapkan khalifah). Walhasil, setiap harta yang masil mengandung syubhat
kepemilikan,jika dicuri maka pencurinya tidak dikenai potong tangan. Sebab
hudud tertolak dengan adanya syubhat.
6.
Pencurinya telah baligh,berakal,
dan terikat dengan hukum-hukum islam –baik muslim maupun ahlu dzimmy-.
Pencurinya masih kanak-kanak atau gila, maka tidak dikenai had potong tangan.
Pengertian anak-anak adalah usia
pra balig. Ukuran balig bagi anak laki-laki adalah setelah ihtilam (mimpi)
sedang untuk anak perempuan setelah haid pertama. Jika pada usia 15 tahun anak
laki-laki beum ihtilam maka statusnya dianggap balig pada usia tersebut sedang
anak perempuan dianggap balig pada usia 12 tahun.
7.
Telah melalui proses
pembuktian berdasarkan pengakuan pencuri atau saksi yang adil.
Selain tujuh
syarat di atas pencuri juga tidak dipotong tangannya jika ia mencuri buah yang
masih dipohonnya (sekedar untuk dimakan), mencuri makanan yang sudah siap
disantap (dihidangkan), atau mencuri dalam kondisi paceklik/kelaparan. Berdasarkan
hadist-hadist Nabi saw berikut:
Dai Rafi’ bin
Khudaij ra. ia berkata Nabi saw bersabda:
لأَقَطْعَ في ثَمَرٍ
ولاَ كَثَرٍ
Tidak dipotong
tangan dalam pencurian tsamr dan katsar (HR.Abu Dawud, An Nasaai, Ibnu Majjah
dishahihkan oleh Syaikh al Albani)
At-tsamr
adalah sebutan untuk buah kurma yang masih dipohonnya. Sedang al katsar kurma
muda atau mayang kurma dan tandannya
Dari hasan
ra.ia berkata Nabi saw bersabda:
لاقطع في الطعام
المهيأ للأكل
Tidak dipotong
tangan dalam pencurian makanan yang siap untuk disantap
Dari Makhul ra
ia berkata Nabi saw bersabda:
لاقطع في مجاعة مضطر
Tidak ada
potong tangan pada masa kelaparan yang sangat
Demikianlah
syarat dan kondisi dijatuhkannya hukum potong tangan dalam kasus pencurian.
Dengan mencermati syarat dan kondisi di atas maka jelas pencuri kakau atau
semangka dari pohonnya tidaklah dijatuhi hukum potong tangan, demikian pula
pencuri sandal
Wallahu
‘alam bi shawab
Wahyudi
Ibnu Yusuf
Tanya ustadz apa syarat sahnya hukum hudud itu bisa di laksanakan. Mohon deperinci dalilnya secara ilmiah
BalasHapussyukran..
syaratnya harus dilakukan oleh imam atau khalifah
BalasHapus