IKHLAS, TAAT, DAN TAWAKKAL DALAM DAKWAH



IKHLAS, TAAT, DAN TAWAKKAL DALAM DAKWAH
Nasihat untuk Diri dan Jiwa yang Haus Nasihat

Mengapa terkadang kita gagal meraih target-target dakwah? Banyak alasan yang bisa kita kemukakan. Mulai dari alasan teknis hingga, alasan politis dan ideologis. Ya… faktor-faktor kegagalan itu memang nyata adanya. Akan tetapi sebagai renungan. Kita mesti introspeksi diri. Jujur mengakui diri. Sejauhmana keikhlasan kita, sekokoh apa ketaatan kita, dan sebesar apa keberserahan diri kita kepada Allah?. Ikhlas, taat, dan tawakkal adalah tiga kunci yang amat penting untuk sukses meraih tujuan dakwah.
Ikhlas adalah pondasi Islam. Amal tidak akan bernilai tanpanya. Ihklas juga akan memperberat nilai kita di sisi Allah SWT sekecil apapun yang kita lakukan dan berikan. Kurangnya keikhlasan menurut Amir hizb pertama Syaikh Taqiyuddin an Nabhani adalah diantara sebab kegagalan perjuangan kelompok-kelompok Islam untuk meraih tujuanya.
Ikhlas menurut Imam an Nawawi adalah jernihnya perbuatan dari keinginan untuk diperhatikan makhluk (tashfiyatul fi’li ‘an mulahadzatil makhluqiin, dalam kitab at tibyan fi adabi hamalatil quran li an Nawawi). Lebih ketat lagi qadhi Fudhail bin Iyadl menyatakan bahwa ihklas adalah terjaganya hati dari riya dan syirik. Beliau menyatakan: “meninggalkan perbuatan karena manusia maka itu adalah riya, sedang berbuat karena manusia itulah syirik, adapun ihklas adalah Allah menjaga engkau dari keduanya”(tarkul ‘amalili ajli an nas riyaun, wal ‘amalu li ajli an nas syirkun, wal ikhlasu an yu’aafiyakallahu minhuma, dalam kitab at tibyan fi adabi hamalatil quran li an Nawawi).
Sedahkah kita ikhlas? Apakah dakwah yang kita lalukan semata karena Allah, semata untuk kemuliaan Islam dan kaum  muslimin. Ataukah syaitan bermain dengan menyelipkan keinginan selain keridhaan Allah. Ingin terkenal, terkenal dengan jama’ah yang besar, agenda dakwah  yang tanpa henti. Apakah kontak dan pembinaan yang kita lakukan hanya karena mengamalkan prinsip ‘asal bapak senang’. Apakah saat nilai kuliah jeblok, pekerjaan tak kunjung dapat, jodoh tak kunjung datang  maka kambing hitamnya adalah dakwah. Layakkah dakwah menjadi kambing hitam? Mari jujur berapa jam dalam sehari semalam yang kita gunakan untuk berdakwah? Lebih banyak untuk kepentingan menegakkan agama Allahkah ataukah kepentingan dunia?. Bahkan, kadang masih sempat menonton acara tv yang tidak terlalu bermanfaat. Padahal nabi menyatakan diantara ciri baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat (min husni islami al mar’i tarkuhu maa laa ya’nihi).  Atau bahkan saat menulis tulisan ini terbersit keinginan untuk dipuji makhluk??? A’udzu billah min hamazati asy syaithan
Astaghfirullah… semoga perasaan ini tidak ada di hati kita. Jikalau ada kita harus berhenti sejenak,menghisab diri, menarik nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Selanjutnya lisan dan hati kita beristigfar pada Allah. Astaghfirullahal ‘adzhim. Astaghfirullahal ‘adzhim. Astaghfirullahal ‘adzhim.
Saudaraku… kita memang harus dikenal sebagai pengemban dakwah. Tapi ingat… DIKENAL bukan berarti harus terkenal. Dikenal itu pun untuk dakwah itu sendiri bukan untuk diri kita semata. Jama’ah inipun harus terus tumbuh sampai ukuran memadai. Itupun untuk capaian dakwah itu sendiri. Agar ahlul quwwah tidak ragu untuk memberikan pertolongannya. Kegiatan kita memang harus tanpa henti dan terkadang  harus kolosal. Itupun untuk kepentingan dakwah itu sendiri, agar umat semakin sadar bahwa kita serius berjuang, agar umat tahu bahwa pendukung tegaknya syariah dan khilafah kian bertambah dari waktu kewaktu.  
Saudaraku…
Imam Malik pernah menyatakan: “tidak akan pernah baik urusan umat ini hingga diperbaiki sebagaimana diperbaiki seperti masa awalnya (mentauladani saw)”. Taat pada sunnah Nabi saw itulah kunci sukses kedua. Taat adalah indikator penting dari kata takwa. Taat adalah cermin keimanan seseorang. Taat adalah jaminan diraihnya pertolongan Allah. Taat pula yang menjadikan jama’ah ini tidak pernah merubah thariqahnya meski hanya sehelai rambut pun.
Sudahkah kita taat? Ataukah terkadang kita melalaikan shalat  subuh berjama’ah di masjid karena alasan lelah berdakwah di malam hari. Terkadang mata terlampau menikmati yang haram untuk dilihat, lisan demikian mudah mengeluarkan kata-kata kasar nan menyakitkan, hati terjebak pada prasangka-prasangka buruk. Padahal seluruh anggota tubuh kita kelak bersaksi di hadapan Allah atas apapun yang kita perbuat.  Sudahkah kita memperbaiki akhlak pada keluarga?. Karena Nabi nyatakan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya pada keluarga. Sudahkah kita meluangkan waktu khusus untuk membaca dan menghafal al quran. Kitab yang menjadi hujjah kita saat berdakwah. Agar ‘rumah hati’ kita tidak rapuh bahkan roboh. Sudahkah kita senantiasa memperbanyak istighfar dan zikir kita pada Allah. Bukankah Nabi saw, kekasih Allah yang  terjaga dari dosa beristighfar paling sedikit 70 atau 100 kali. Bagaimana dengan kita?  Astaghfirullahal ‘adzhim.
Diantara ketaatan kita pada Allah dan Rasul-Nya adalah mengikuti halqah sesuai dengan aturan. Wahai saudaraku halqah adalah sunnah Nabi saw. Dengan halqah inilah ‘Umar bin Khattab dan sederatan generasi awal dari kalangan sahabat menjadi pembela Islam. Dengan halqah inilah kutlah nabi dan kutlah ini terbentuk. Berawal dari halqahlah ide Islam tersebar. Dan berawal dari halqah inilah Khilafah ar rasyidah ats tsaniyah akan segera berdiri.  Maka saudaraku jangan pernah abaikan halqah.
Saudaraku…
Sering kita mengalami kegagalan karena menyepelekan. Sebagai contoh menjadi pembawa acara (MC). Karena sudah berulang kali maka kita tidak mempersiapkan dengan baik, kita bahkan lalai untuk bermohon agar diberikan kemudahan. Apa yang terjadi? Banyak kesalahan yang kita lakukan.
Wahai saudaraku. Berserah diri atau tawakkal kepada Allah adalah kunci datangnya pertolongan Allah. ingatlah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu sedemikian dekat (QS: 2: 214). Tawakkal inilah yang menjadikan kita mengantungkan segala urusan kita, termasuk urusan dakwah hanya kepada Allah saja. Bukan pada usaha dan pengorbanan kita. Meski Allah pasti memperhatikan dan mempertimbangkan usaha dan pengorbanan kita tersebut.
Saudaraku. Sudahkah kita berdoa setiap akan menyampaikan ceramah, halqah, diskusi public, orasi, dsb?. Rutinkah kita mendoakan adik-adik binaan kita, tokoh yang kita kontak, dan seluruh kaum muslimin agar Allah membukakan hati-hati mereka  dan mengokohkannya dalam perjuangan? . Menyebut nama mereka satu persatu dalam doa kita. Sudahkah kita bergetar dengan penuh harap pada Allah saat meminta perlindungan saudara-saudara kita di Myanmar, Palestina, Suriah, dll?. Sebagaimana saat kita bergetar tatkala berdoa agar musibah yang menimpa segera berlalu.
Wahai saudaraku. Doa adalah wujud tawakkal kita pada Allah. Doa adalah senjatanya orang-orang beriman (ad du’a silahu al mu’minin). Wahai saudaraku Rasul saja senantiasa berdoa agar risalah Islam yang beliau bawa dikuatkan dengan tokoh-tokoh yang secara khusus beliau sebut. Allahumma a’izzal islaama bi ahabbi ar rajulaini ilaika: bi Umara ibni al Khaththab au bi Abi Jahl ibni HIsyam (Ya Allah muliakanlah Islam ini dengan dua orang yang lebih engkau cintai: Umar bin Khathtab atau Abu Jahl bin Hisyam, HR. Tirmidzi).
Semoga kita layak dan senantiasa berupaya untuk melayakkan diri untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT dengan tegaknya al khilafah.
Al faqiir ila Allah Wahyudi Abu Syamil

الإخلاص تصفية الفعل عن ملاحظة المخلوقين
وعن الفضيل بن عياض رضي الله عنه قال : ترك العمل لأجل الناس رياء والعمل لأجل الناس شرك والإخلاص أن يعافيك الله منهما
التبيان في آداب حملة القرآن – النووي hal 13
{ أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (214) }
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِىُّ حَدَّثَنَا خَارِجَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِىُّ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ ». قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ.
trimidzi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB