TAKLID PADA SATU MUJTAHID
BERTAKLID PADA SATU MUJTAHID DALAM SATU
MASALAH
Pengertian
Taklid
Secara
bahasa taklid maknanya adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa perenungan.
Secara syar’I maknanya adalah beramal dengan pendapat orang lain tanpa memahami
dalilnya seperti muqallid al-‘aamiy. Taklid dalam perkara syariah hukumnya
boleh, sementara dalam perkara akidah tidak boleh (Taisir al-wushul ilal ushul
hlm 272)
Taklid
bukanlah hukum asal dalam mengamalkan suatu hukum syari’at. Yang pokok adalah
harus mengetahui ilmu atas setiap hukum. Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’: 36)
Kaidah
Dasar
Hukum
syara’ bagi seorang muqallid adalah hukum syara’ yang digali oleh seorang
mujtahid yang ia ikuti. (Taisir al-wushul ilal ushul hlm 274) Artinya ia
terikat pada hukum syara’ yang telah digali seorang mujtahid saja, bukan pada
mujtahid lain. Hukum syara’ yang dimaksud pun adalah dalam satu masalah/perkara
saja. Adapun masalah lain ia boleh saja bertaklid pada mujtahid lain.
Pengertian
Satu Masalah hukum
Adalah
seluruh perbuatan atau kumpulan perbuatan yang tidak menjadi penentu sahnya
perbuatan lain, justru ia bergantung pada amal/perbutan lain. Contohnya shalat
tidak menentukan sah tidaknya perbuatan lain justru sahnya shalat bergantung pada
sahnya syarat dan rukunnya. Demikian pula shaum. Sahnya shaum bergantung pada
niat dan hal-hal yang dapat membatalkannya.
Pengertian
Bagian dari masalah
Adalah
seluruh perbuatan yang harus dilakukan katena ia menjadi penentu sahnya
perbuatan lain. seperti syarat dan rukun yang menentukan sahnya amal lain.
Contohnya wudhu untuk sahnya shalat, niat untuk sahnya shaum dll. Karena itu
wudhu bukan satu perkara yang berdiri sendiri namun ia menjadi bagian dari hukum-hukum
seputar shalat. Demikian pula hukum seputar wudhu sperti tayammum, mandi wajib,
pembatal wudhu dsb. Termasuk juga rukun-rukun shalat sperti menghadap kiblat,
dsb.
Kewajiban
Mengikut pada satu Mujtahid (Madzhab)
Atas
dasar ini maka jika seseorang telah bertaklid pada seorang mujtahid dalam hal
shalat maka ia eajib bertaklid padanya mujtahid tersebut pada seleruh
bagian-bagian shalat seperti wudhu, mandi janabah, tayammum, menghadap kiblat,
rukun-rukun shalat. Jika ia bertaklid pada seorang mujtahid dalam hal shaum
maka ia wajib bertaklid pada bagian-bagiannya seprti niat, wajib niat setiap
malam (madzhab Syafi’i) atau cukup satu kali dalam satu Bulan (Madzhab Ahmad
bin Hanbal), apakah niatnya boleh di siang hari atau harus di malam hari,
hal-hal yang membatalkan shaum, rukhshohnya dst. Hanya saja dia boleh bertaklid
pada mujtahid lain pada masalah/perkara yang lainnya. (Taisir al-wushul ilal
ushul hlm 275)
Pengecualian
Kewajiban
di atas berlaku selama seseorang bertaklid pada seorang mujtahid tanpa memiliki
kemampuan untuk menetapkan dalil dan mentarjihnya. Jika seseorang sampai pada
derajat memahami dalil dan mampu mentarjihnya (Muqallid muttabi’, penj) maka ia
boleh meninggalkan pendapat mujtahid yang ditaklidinya dan mengikuti dalil yang
terkuat. (Taisir al-wushul ilal ushul hlm 275)
Alalak,
15 Maret 2016
Akhukum
fillah al faqiir ila rahmatillah Wahyudi Ibnu Yusuf
Komentar
Posting Komentar