KHILAFAH TIDAK PENTING, KATA SIAPA?



BENARKAH KHILAFAH TIDAK PENTING?

Ada sebagian orang yang menolak kewajiban khilafah berlandaskan penyataan Al-Imam Hujjatul Islam al-Ghazali, beliau menyatakan:
 
النظر في الإمامة أيضاً ليس من المهمات، وليس أيضاً من فن المعقولات فيها من الفقهيات
 “Kajian tentang khilafah juga bukan kajian yang penting, khilafah juga bukan ranah akidah akan tetapi termasuk ranah fikih.” (al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hal. 200). Ada juga pihak yang setuju mengenai wajibnya khilafah, akan tetapi tidak boleh menjadi khilaah sebagai sesuatu yang penting apalagi diagung-agungkan. Benarkah khilafah tidak penting?

 

Menjawah syubhat di atas kami sampaikan dua ulasan.
Pertama, Imamah memang bukan pembahasan akidah, namun mengkajinya menjadi penting karena adanya penyimpangan-penyimpangan di dalamnya. Yaitu anggapan bahwa Imamah tidak wajib (seperti menurut al-Ashamm dan al-Fuuthiy dari kalangan Mu’tazilah dan An-Najdaat dari kalangan Khawarij), dan ta’ashshub Syi’ah Rafidhah yang mengingkari kepemimpinan para Imam (baca: khalifah) sebelum Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu’anhu, mensyaratkan ‘ishmah bagi Imam, dan memasukkannya dalam ushul keimanan mereka. Dua pendapat di atas adalah pendapat-pendapat keliru di mata ‘Ulama Sunni. Sehingga, meskipun kajian Imamah termasuk wilayah syari’at namun para ulama merasa perlu memasukkannya juga ke dalam kajian akidah, untuk membantah anggapan mereka-mereka yang mengingkari wajibnya Imamah, serta membantah keyakinan sesat Syi’ah Rafidhah, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab yang sama (al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hal. 200)

Keterangan yang senada dinyatakan oleh Imam Hasan Al-’Aththar (Ulama Sunni) dalam Hasyiyah beliau atas Jam’u-l-jawaami’, juz 2 hlm 487:
وَلَا خَفَاءَ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ الْأَحْكَامِ الْعِلْمِيَّةِ دُونَ الِاعْتِقَادِيَّةِ وَلَكِنْ لَمَّا شَاعَتْ بَيْنَ النَّاسِ فِي بَابِ الْإِمَامَةِ اعْتِقَادَاتٌ فَاسِدَةٌ وَاخْتِلَافَاتٌ لَا سِيَّمَا مِنْ فِرَقِ الرَّوَافِضِ وَالْخَوَارِجِ

Tidak ada yang tertutup bahwa pembahasan tengan imamah (khilafah) termasuk pembahasan hukum-hukum ‘ilmiyah (syari’ah) bukan pembahasan akidah. Akan tetapi ketika tersebar akidah yang rusak dan berbeda-beda tentang bab imamah diantara manusia lebih-lebih dari kelompok rafidhah dan khawarij.

Kedua, banyak ulama yang menyatakan bahwa menegakkan khilafah adalah kewajiban terpenting yang tanpanya agama tidak akan tegak sempurna.

Imam Muhammad bin Ahmad As-Safarini  Al-Hambali (Ulama Sunni), dalam Lawâmi’ Al-Anwâr, juz 2 hlm 419 menyatakan: "wajib atas manusia mengangkat seorang iman (khalifah) untuk menjaga kemaslahatan mereka seperti menerapkan hukum-hukum islam, menegakkan hudud, mencegah kerusakan, memobilisir pasukan, menarik zakat … dalilnya adalah ijma sahabat setelah wafatnya Rasulullah dengan mengangkat penggantinya, bahkan para sahabat menjadikannya kewajiban yang PALING PENTING, karena sahabat mendahulukan mengangkat penganti Rasul daripada menguburkan jenazah beliau.

Pendapat yang sama dinyatakan oleh banyak ulama, diantaranya:
1.     Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy (w. 974 H), dalam Ash-Shawâ’iq Al-Muhriqah, hlm 10,
2.     Imam Syamsuddin Ar-Ramli (w. 1004 H), dalam Ghâyah Al-Bayân Syarhu Zubad Ibn Ruslân, hlm 23
3.     Muhammad Al-Hashkifi Al-Hanafi (Ulama Sunni), dalam Ad-Durr Al-Mukhtaar syarh Tanwiyr Al-Abshaar, hlm 75
Bahkan Hanzhalah bin Ar-Rabiy’ ra. (Sahabat sekaligus juru tulis Rasulullah saw) menyebutkan bahwa tanpa Khilafah Umat Islam bisa sesat seperti umat Yahudi dan Nasrani:
يرومون الخلافة أن تزولا ... ولو زالت لزال الخير عنهم ... ولاقوا بعدها ذلا ذليلا ... وكانوا كاليهود أو النصارى ... سواء كلهم ضلوا السبيلا
 (Taariykhu-th-Thabariy, hlm 776).
 
Sahabat Umar bin Khaththab ra. menyebutkan bahwa dengan meninggalkan Had Rajam saja umat bisa sesat 

قَالَ عُمَرُ لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ يَطُولَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ حَتَّى يَقُولَ قَائِلٌ لاَ نَجِدُ الرَّجْمَ فِى كِتَابِ اللَّهِ . فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ أَنْزَلَهَا اللَّهُ ، أَلاَ وَإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى

Umar berkata: sungguh aku khawatir dengan masa yang panjang manusi berkata “kami tidak mendapati hokum rajam pada kitabullah”. Maka mereka menjadi sesat karena meninggalkan kefardhuan yang Allah turunkan. Ingatlah bahwa hokum rajam adalah kebenaran (sanksi) atas orang yang berzina (ghairu muhshon) (Shahih Al-Bukhariy, hadits nomor 682). Padahal tanpa Khilafah banyak hudud yang ditinggalkan.

Kesimpulannya, imamah (khilafah) memang tidak masuk dalam pembahasan akidah, akan tetapi menegakkan khilafah adalah kewajiban yang paling penting dalam syariah islam. Mengabaikan kewajiban yang terpenting dapat menjatuhkan pada dosa besar.  Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 2, hal. 19 menyatakan:
والقعود عن إقامة خليفة للمسلمين معصية من أكبر المعاصي، لأنها قعود عن القيام بفرض من أهم فروض الإسلام، ويتوقف عليه إقامة أحكام الدين، بل يتوقف عليه وجود الإسلام في معترك الحياة

“Berpangku tangan dari menegakkan khilafah termasuk dosa terbesar, karena berpangku tangan dari menegakkan kefardhuan yang paling penting dalam islam, dan mengabaikan penegakkan hukum-hukum agama, bahkan melenyapkan eksistensi Islam dalam ranah kehidupan.” Wallahu ‘alam bi shawab
 
Wahyudi Abu Syamil Ramadhan
Banjarmasin, 2 Dzulhijjah 1434 H/07 Oktober 2013





Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAKWAH, FARDHU ‘AIN ATAU FARDHU KIFAYAH?

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB