NEGARA ISLAM DAN NEGARA KUFUR
DEFINISI DAAR AL-ISLAM & DAAR AL-KUFR
(NEGARA ISLAM DAN NEGARA KUFUR)
Wahyudi Ibnu Yusuf
Secara Literal
المحل يجمع البناء و الساحة: المنزل المسكون...دار الاسلام: بلاد
المسلمين
“al-mahallu yajma’ al-banaa’ wa al-saahah; al-manzil al-maskuun [Tempat berkumpulnya bangunan dan tempat lapang; tempat yang
ditinggali]. Daar al-Islaam adalah
bilaad al-Muslim (negara Islam adalah negara kaum Muslim]. [al-Mu’jam al-Wasiith, Juz 1, hal.302-303]
الدار مؤنَّثة. و قوله تعالى (ولَنِعْمَ دَارُ المُتَّقِين) يُذَكَّر
على مَعنَى المَثْوَى والمَوْضِع كما قال (نِعْمَ الثَّوَابُ وحَسُنَتْ
مُرْتَفَقاً) فَأَنَّثَ على المعْنَى... وجَمْعُ القِلّة أدْؤر بالهَمْز وتَرْكِه
والكَثِير دِيَار
”al-daar adalah muannatsah (kata benda
berjenis perempuan). Dan firman Allah
swt, "Wa lani'ma daar al-muttaqiin", disebutkan dengan makna al-matswa
wa al-maudli' (kediaman atau tempat tinggal), sebagaimana Allah swt
berfirman, ”Ni’ma al-tsawaab wa hasunat murtafaqa”, yang maknanya
dimuannatskan. Sedangkan bentuk jamak (plural)
dari kata al-daar yang sedikit adalah ad`uur; dan untuk yang
banyak adalah diyaar. [Imam al-Raziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal. 214]
والدَّارُ البلد حكى سيبويه هذه الدَّارُ نعمت البلدُ فأَنث البلد على
معنى الدار والدار اسم لمدينة سيدنا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم وفي التنزيل
العزيز والذين تَبَوَّأُوا الدَّارَ والإِيمان
”al-Daar bisa juga bermakna al-balad
(negeri). Diriwayatkan dari Sibawaih,
bahwasanya ia berkata, "Hadizhi al-daar na'imat al-balad". (Negeri
(daar) ini adalah negeri yang diberi kenikmatan). Kata "al-daar" juga bermakna
kota Nabi Mohammad saw. Di dalam al-Quran Allah swt berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ
"Walladziina yatabawwau al-daar wa
al-iimana". [Dan orang-orang yang menempati
kota Madinah, dan orang-orang yang telah beriman sebelumnya](TQS. Al Hasyr
(59):9)”. [Imam Ibnu Mandzur,
Lisaan 'Arab, juz 4/299]
Definisi Syar’i
كلمة (دار الاسلام) اصطلاح شرعي يدل على واقع معين من البلاد. كما ان
كلمة (دار الكفر, أو دار الشرك, أو دار الحرب) وكلها بمعنى واحد, اصطلاح شرعي يدل
على واقع معين من البلاد يغاير الواقع الاول
”Sesungguhnya frase Daar al-Islaam adalah istilah syar'iy
yang menunjukkan realitas tertentu dari sebuah negara. Frase Daar al-Kufr
juga merupakan istilah syar'iy yang menunjukkan realitas tertentu dari sebuah
negara yang berlawanan dengan daar al-Islaam. Begitu pula istilah "daar al-kufr,
daar al-syirk, dan daar al-harb", semuanya adalah istilah
syar'iy yang maknanya sama untuk menunjukkan realitas tertentu dari sebuah
negara yang faktanya berbeda dengan fakta pertama (daar al-Islaam). [Dr. Mohammad Khair Haekal, al-Jihaad wa
al-Qitaal, juz 1, hal. 660; lihat pula pada Imam al-Syafi'iy, Al-Umm, juz
4, hal. 270-271.]
رُوِيَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ : " مَنَعَتْ دَارُ الْإِسْلَامِ مَا فِيهَا وَأَبَاحَتْ دَارُ
الشِّرْكِ مَا فِيهَا , أي دار الاسلام تعصم المستوطنين فيها, في دمائهم و
أموالهم...فلا تستباح إلا بسبب شرعي يوجب استباحتها,بينما دارالشرك تجعل المستوطين
فيها محل استباحة في دمائهم و أموالهم...الا بمانع شرعي يوجب العصمة..
"Semua hal yang ada di dalam Daar al-Islam terhalang
(terpelihara), sedangkan semua hal yang ada di dalam Daar al-syirk telah
dihalalkan". Maksudnya, Negara
Islam akan memelihara penduduknya, baik harta maupun darah mereka...Oleh karena
itu, tidak boleh dihalalkan (dirampas) kecuali dengan sebab syar’iy yang
mewajibkan penghalalannya (perampasannya); berbeda dengan daar al-syirk yang
menjadikan penduduk yang ada di dalamnya sebagai tempat penghalalan pada darah
dan harta mereka...kecuali ada halangan syar’iy yang mewajibkan pemeliharaan
(atas harta dan darah mereka)...[Imam al-Mawardiy, Ahkaam al-Sulthaaniyyah, hal. 60.; Dr. Mohammad
Khair Haekal, al-Jihaad wa al-Qitaal, juz 1, hal. 661]
لَا خِلَافَ بَيْنَ أَصْحَابِنَا فِي أَنَّ دَارَ الْكُفْرِ تَصِيرُ
دَارَ إسْلَامٍ بِظُهُورِ أَحْكَامِ الْإِسْلَامِ فِيهَا وَاخْتَلَفُوا فِي دَارِ
الْإِسْلَامِ ، إنَّهَا بِمَاذَا تَصِيرُ دَارَ الْكُفْرِ ؟ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ
: إنَّهَا لَا تَصِيرُ دَارَ الْكُفْرِ إلَّا بِثَلَاثِ شَرَائِطَ ، أَحَدُهَا :
ظُهُورُ أَحْكَامِ الْكُفْرِ فِيهَا وَالثَّانِي : أَنْ تَكُونَ مُتَاخِمَةً
لِدَارِ الْكُفْرِ وَالثَّالِثُ : أَنْ لَا يَبْقَى فِيهَا مُسْلِمٌ وَلَا
ذِمِّيٌّ آمِنًا بِالْأَمَانِ الْأَوَّلِ ، وَهُوَ أَمَانُ الْمُسْلِمِينَ .
وَقَالَ أَبُو يُوسُفَ وَمُحَمَّدٌ - رَحِمَهُمَا اللَّهُ : إنَّهَا تَصِيرُ دَارَ
الْكُفْرِ بِظُهُورِ أَحْكَامِ الْكُفْرِ فِيهَا .
Tidak ada perbedaan di kalangan fukaha kami, bahwa Daar Kufr (negeri
kufur) bisa
berubah menjadi Daar al-Islaam dengan tampaknya hukum-hukum Islam di sana. Mereka berbeda pendapat mengenai Daar
al-Islaam; kapan ia bisa berubah menjadi Daar al-Kufr? Abu Hanifah berpendapat; Daar al-Islaam tidak
akan berubah menjadi Daar al-Kufr kecuali jika telah memenuhi tiga syarat. Pertama, telah tampak jelas diberlakukannya
hukum-hukum kufr di dalamnya. Kedua, meminta perlindungan kepada Daar
al-Kufr. Ketiga, kaum Muslim dan dzimmiy tidak lagi dijamin
keamanannya, seperti halnya keamanaan yang pertama, yakni, jaminan keamanan
dari kaum Muslim". Sedangkan Abu Yusuf dan Mohammad berpendapat,
"”Daar al-Islaam berubah menjadi Daar al-Kufr jika di dalamnya telah
tampak jelas hukum-hukum kufur. [Al-Kasaaiy, Badaai' al-Shanaai',
juz 7, hal. 130].
(لا تصير دار الاسلام دار
حرب الخ) أي بأن يغلب أهل الحرب على دار من دورنا أو ارتد أهل مصر وغلبوا وأجروا
أحكام الكفر أو نقض أهل الذمة العهد وتغلبوا على دارهم، ففي كل من هذه الصور لا
تصير دار حرب، إلا بهذه الشروط الثلاثة، وقالا: بشرط واحد لا غير، وهو إظهار حكم
الكفر وهو القياس.
Daar al-Islaam tidak akan berubah menjadi Daar al-Harb….(karena)
misalnya, orang Kafir berhasil menguasai salah satu negeri kita, atau penduduk
Mesir murtad (bughat) kemudian mereka berkuasa, dan menerapkan hukum-hukum
kufur; atau ahlu dzimmah mencabut dzimmahnya (perjanjian untuk mendapatkan
perlindungan dari Daulah Islam), lalu menguasai negeri mereka. Semua hal ini tidak menjadikan Daar Islam
berubah menjadi Daar al-Harb, kecuali dengan tiga syarat tersebut. Sedangkan Abu Yusuf dan Mohammad berpendapat;
cukup dengan satu syarat saja; yakni tampaknya hukum-hukum kufur di negara itu,
dan ini adalah qiyas..“[Haasyiyyah Ibnu 'Abidiin, juz 3, hal. 390]
Daar al-Islaam tidak akan berubah menjadi Daar al-Harb….(karena)
misalnya, orang Kafir berhasil menguasai salah satu negeri kita, atau penduduk
Mesir murtad (bughat) kemudian mereka berkuasa, dan menerapkan hukum-hukum
kufur; atau ahlu dzimmah mencabut dzimmahnya (perjanjian untuk mendapatkan
perlindungan dari Daulah Islam), lalu menguasai negeri mereka. Semua hal ini tidak menjadikan Daar Islam
berubah menjadi Daar al-Harb, kecuali dengan tiga syarat tersebut. Sedangkan Abu Yusuf dan Mohammad berpendapat;
cukup dengan satu syarat saja; yakni tampaknya hukum-hukum kufur di negara itu,
dan ini adalah qiyas..“[Haasyiyyah Ibnu 'Abidiin, juz 3, hal. 390]
دار الاسلام هي الدار التي تجري فيها أحكام الإسلام, ويأمن من فيها
بأمان المسلمين, ودار الحرب هي الدار التي تجري عليها أحكام الاسلام, ولايأمن من
فيها بأمان المسلمين
"Daar al-Islam adalah negeri yang diberlakukan hukum-hukum
Islam; dan keamanan negeri itu dibawah keamanan kaum Muslim, sama saja, apakah
penduduknya Muslim atau dzimmiy.
Sedangkan Daar al-Harb adalah negeri yang tidak diberlakukan hukum-hukum
Islam, dan keamanan negeri itu tidak dijamin oleh kaum Muslim". [Syaikh 'Abd al-Wahhab Khalaf, al-Siyaasat
al-Syar'iyyah, hal. 69]
والحق أن اعتبار الدار دار إسلام أو دار كفر لا بد أن يُنظر فيه إلى
أمرين: أحدهما الحكم بالإسلام، والثاني الأمان بأمان المسلمين أي بسلطانهم. فإنْ
توفَّر في الدار هذان العنصران أي أن تُحكم بالإسلام وأن يكون أمانها بأمان
المسلمين أي بسلطانهم كانت دار إسلام وتحولت من دار كفر إلى دار إسلام. أمّا إذا
فقدت أحدهما فلا تصير دار إسلام. وكذلك دار الإسلام إذا لم تُحكم بأحكام الإسلام
فهي دار كفر، وكذلك إذا حُكمت بالإسلام ولكن لم يكن أمانها بأمان المسلمين أي
بسلطانهم، بأن كان أمانها بأمان الكفار أي بسلطانهم، فإنها تكون أيضاً دار كفر.
وعلى هذا فإن جميع بلاد المسلمين اليوم هي دار كفر، لأنها لا تحكم بالإسلام. وكذلك
تبقى دار كفر لو أقام فيها الكفار مسلماً يحكم بأحكام الإسلام ولكن يكون تحت
سلطانهم ويكون أمانه بأمانهم، فإنها تظل دار كفر. وحتى تتحول بلاد المسلمين إلى
دار إسلام يجب أن يقام فيها حكم الإسلام وأن يكون أمانها بأمان المسلمين أي
بسلطانهم.
Yang benar, penetapan suatu Negara apakah termasuk daar Islam atau
daar kufr, harus diperhatikan di dalam Negara itu dua perkara; pertama, al-hukm
bi al-Islaam (memerintah dengan Islam), dan kedua keamanan kaum Muslim, yakni
kekuasaan mereka. Jika di dalam Negara
tersebut terpenuhi dua unsure tersebut, yakni diperintah dengan Islam, dan
keamanan negeri tersebut di bawah keamanan kaum Muslim, atau di bawah kekuasaan
kaum Muslim, maka Negara itu adalah Negara Islam; dan Negara itu telah
berpindah dari Daar Kufr menuju Daar Islam.
Adapun jika Negara telah kehilangan salah satu dari dua unsure tersebut,
maka ia tidak menjadi Daar Islam. Demikian juga, jika Daar Islam tidak lagi
memerintah dengan hukum Islam, maka ia adalah Daar Kufr. Demikian juga jika Negara diperintah dengan
Islam, namun keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, yakni tidak di bawah
kekuasaan mereka, namun berada di bawah keamanan orang-orang kafir, atau di
bawah kekuasaan mereka, maka Negara itu menjadi Daar Kufr juga. Atas dasar itu,
seluruh Negeri Kaum Muslim sekarang ini adalah Daar Kufr . Pasalnya, negeri-negeri tersebut tidak
diperintah dengan Islam. Demikian pula
negeri-negeri tersebut tetaplah menjadi Daar Kufr walaupun orang-orang kafir
yang menguasai negeri-negeri tersebut menerapkan di dalamnya hukum-hukum Islam
kepada kaum Muslim, akan tetapi Negara tersebut berada di bawah kekuasaan kaum
kafir, sehingga keamanan Negara tersebut berada di bawah keamanan kaum kafir;
maka negeri tersebut tetaplah Daar Kufr.
Agar negeri-negeri kaum Muslim berubah menjadi Daar Islam, maka wajib di
dalamnya ditegakkan hukum Islam, dan keamanan Negara tersebut harus berada di
bawah keamanan kaum Muslim, atau di bawah kekuasaan kaum Muslim." [Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani, al-Syakhshiyyah
al-Islaamiyyah, juz 2, hal.215-216]
Pendapat yang Rajih
Menurut Dr. Mohammad Khair Haekal, dari pendapat-pendapat di atas,
pendapat yang paling rajih adalah pendapat yang menyatakan, bahwa Daar al-Islam
adalah negeri yang system pemerintahannya adalah system pemerintahan
Islam (diatur dengan hukum Islam), dan pada saat yang sama, keamanan negeri
tersebut; baik keamanan dalam dan luar negeri, berada di bawah kendali kaum
Muslim. [Dr. Mohammad Khair
Haekal, Al-Jihad wa al-Qitaal, juz 1, hal. 669]
Argumentasi
Pertama, definisi di atas didasarkan pada realitas negeri
Mekah dan realitas Madinah pasca hijrah.
Sebelum hijrah ke Madinah, Mekah dan seluruh dunia adalah Daar
al-Kufr. Baru setelah Nabi Mohammad saw
dan para shahabatnya hijrah ke Madinah, dan menegakkan Daulah Islamiyyah di
sana, maka terwujudlah Daar al-Islam pertama kali dalam sejarah kaum Muslim. Mekah dan
negeri-negeri di sekitarnya tetap
berstatus Daar al-Kufr. Dari
sini kita bisa melihat realitas Mekah sebagai Daar al-Kufr, dan Madinah sebagai
Daar al-Islaam Berdasarkan kedua realitas yang bertentangan inilah kita bisa
memahami syarat dan sifat Daar al-Islam dan Daar al-Kufr. Di Mekah saat itu, hukum-hukum Islam tidak
diterapkan dalam konteks negara dan masyarakat, meskipun di sana telah tampak
sebagian syiar agama Islam, yakni sholat yang dikerjakan oleh kaum Muslim yang
masih tinggal di Mekah; itupun harus seijin orang-orang kafir sebagai penguasa
Mekah. Di sisi lain, kaum Muslim yang
ada di Mekah tidak mampu menjamin keamanan dirinya secara mandiri, akan tetapi
mereka hidup di bawah jaminan keamanan kaum kafir. Realitas ini menunjukkan kepada kita, bahwa
di Mekah tidak ditampakkan hukum-hukum Islam dan jaminan keamanan atas
penduduknya berada di tangan orang kafir; sehingga Mekah di sebut Daar
al-Kufr. Keadaan tersebut berbeda
dengan Madinah. Di Madinah, hukum-hukum
Islam diterapkan dan ditampakkan secara jelas, dan jaminan keamanan dalam dan
luar negeri berada di bawah tangan kaum Muslim.
Kedua, realitas tentang Daar al-Kufr
juga ditunjukkan oleh negeri Habasyah.
Habasyah, negeri di mana kaum Muslim diperintahkan oleh Rasulullah saw
untuk berhijrah ke sana, juga tidak tampak adanya penerapan hukum Islam oleh
masyarakat dan negaranya. Jika di sana
tampak ada sebagian syiar Islam yang dilakukan oleh kaum Muslim yang tinggal di
sana; itu pun harus seijin penguasa kufur.
Selain itu, keamanan yang ada di Habasyah berada di bawah kekuasaan kaum
kafir. Saat itu tidak ada khilaf, bahwa
Habasyah adalah Daar al-Kufr.
Ketiga, bukti lain yang mendukung
definisi di atas adalah, sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman Ibnu
Buraidah; di mana di dalamnya dituturkan bahwasanya Nabi saw bersabda, “
أُدْعُهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ
فَإِنْ أَجَـابُوكَ فأَقْبِلْ مِنْهُمْ و كُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ أُدْعُهُمْ إِلَى
التَّحَوّلِ مِنْ دَارِهِمْ الى دَارِالمُهَاجِرِيْنَ و أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ
إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مــا لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَ عَلَيْهِمْ مَـا عَلَى
الْمُهَـاجِريْنَ
"... Serulah mereka kepada Islam, maka apabila mereka
menyambutnya, terimalah mereka dan hentikanlah peperangan atas mereka; kemudian
ajaklah mereka berpindah dari negerinya (Daarul Kufur) ke Daarul
Muhajirin (Daarul Islam yang berpusat di Madinah); dan
beritahukanlah kepada mereka bahwa apabila mereka telah melakukan semua itu,
maka mereka akan mendapatkan hak yang sama sebagaimana yang dimiliki kaum
muhajirin, dan juga kewajiban yang sama seperti halnya kewajiban kaum muhajirin.”
Daar al-Muhajirin, pada riwayat di atas adalah sebutan Daar Islam
pada masa Rasulullah saw. Manthuq
[tekstual] riwayat di atas menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah saw
memerintahkan para shahabat untuk memerangi negeri-negeri kufur jika mereka tetap
menolak bergabung di bawah naungan Daar Muhajirin [Daulah Islamiyyah], walaupun
di negeri tersebut tampak sebagian syiar agama Islam.
Syarat-Syarat Daar al-Islam
- Menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh
- Keamanan wilayah tersebut dijamin oleh penguasa Muslim [dalam arti ia memiliki kekuatan untuk menerapkan Islam dalam negeri, dan mengemban dakwah Islam ke luar negeri].
Dalil Syarat Pertama
وَ مَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَـا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمْ الْكَافِرُوْنَ
“Siapa saja yang tidak menerapkan hukum berdasarkan apa yang
diturunkan Allah (yaitu Al Qur’an dan As Sunnah), maka mereka itulah tergolong
orang-orang kafir." [TQS Al-Maidah (5): 44]
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
إِلَيْكَ
"(Dan) Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
dengan apa yang telah diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan waspadalah engkau
terhadap fitnah mereka yang hendak memalingkan engkau dari sebagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu." [TQS
Al-Maidah (5):49].
Di dalam sunnah juga dinyatakan bahwasanya menerapkan syariat Islam
secara menyeluruh merupakan kewajiban dan menjadi salah satu syarat agar suatu
negara absah disebut sebagai negara Islam (Daar al-Islaam). Dalam sebuah hadits
yang dituturkan oleh ‘Auf ibnu Malik dinyatakan, bahwasanya ia berkata:
قِيْلَ يَـا رَسُوْلَ الله : أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَيْف ؟ فَقَالَ
لاَ مَا أقَامُوا فِيْكُمْ الصَّلاَة
“...ditanyakan oleh para sahabat: 'Wahai Rasulullah tidakkah kita
serang saja mereka itu dengan pedang?', Beliau menjawab: 'Tidak, selama mereka
masih menegakkan shalat di tengah-tengah masyarakat (maksudnya melaksanakan
hukum-hukum syara')."[HR. Imam Muslim]. Dalam
riwayat lain juga dituturkan, bahwasanya, saat Ubadah Ibnu Shamit menceritakan
peristiwa bai'at aqabah, ia mengatakan:
•
وَ أَنْ
لاَ نُنَـازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ إلاّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحـاً عِنْدَكـــُمْ
مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ
“Dan hendaknya kami tidak menentang kekuasaan penguasa kecuali
(sabda Rasulullah:) 'Apabila kalian melihat kekufuran yang terang-terangan,
yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah SWT.”[HR. Imam Bukhari dan Muslim]
Dalil Syarat Kedua
Allah swt berfirman:
وَ لَنْ يَجْعَلَ اللهُ للْكَافِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
سَبِيْلاً
"Dan Allah (selama-lamanya) tidak memberikan hak bagi
orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin." [TQS An Nisaa’ (4): 141]
Di dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya Anas bin Malik ra
berkata.:
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي حُمَيْدٌ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ إِذَا غَزَا قَوْمًا لَمْ يَغْزُ بِنَا لَيْلًا حَتَّى يُصْبِحَ فَإِنْ
سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ
"Adalah Rasulullah apabila memerangi suatu kaum, tidak
memeranginya di waktu malam, hingga tiba waktu pagi. Maka, apabila beliau
mendengar adzan (shubuh) berkumandang, maka beliau mengurungkan peperangan, dan
apabila tidak mendengar suara adzan beliau melanjutkan rencana perangnya
setelah shalat shubuh".[HR. Imam Ahmad].
Dalam riwayat 'Isham al Muzaniy dituturkan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
بَعَثَ جَيْشًا أَوْ سَرِيَّةً يَقُولُ لَهُمْ إِذَا رَأَيْتُمْ مَسْجِدًا أَوْ
سَمِعْتُمْ مُؤَذِّنًا فَلَا تَقْتُلُوا أَحَدًا
"Nabi SAW apabila mengutus tentara atau pasukan perang, beliau
selalu berpesan kepada mereka, "Apabila kalian melihat masjid atau
mendengar adzan berkumandang, janganlah kalian membunuh seorang pun."[HR. Imam Tirmidziy]
Hadits-hadits ini
menunjukkan, bahwa, bila suatu negeri tidak berada di dalam kekuasaan
kaum Muslim, meskipun di negeri-negeri tersebut terdapat syi’ar Islam
(penduduknya mayoritas Muslim), negeri-negeri tersebut boleh diperangi,
sebagaimana telah ditunjukkan oleh perilaku Rasulullah saw. Adzan –dalam riwayat-riwayat
di atas—menunjukkan, bahwa di wilayah-wilayah tersebut ada komunitas kaum
Muslim dan juga syi’ar Islam, akan tetapi karena wilayah tersebut tidak berada
di bawah kekuasaan kaum Muslim, Rasulullah saw tetap melancarkan serangan
militer ke wilayah tersebut. Hanya
saja, supaya tidak ada kekeliruan, yakni memerangi kaum Mukmin sendiri, beliau
menunda penyerangan hingga datangnya waktu Shubuh. Ini ditujukan agar bisa dipilahkan mana orang
kafir dan mana orang Mukmin.
Kesimpulan
•
Seluruh
Negeri-negeri Kaum Muslim sekarang, tidak memenuhi syarat disebut sebagai Daar
al-Islaam.
•
Wajib bagi
setiap Muslim, khususnya para alim ulama dan orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk berjuang mengubah negeri-negeri kaum Muslim, dari Daar al-Kufr
menjadi Daar al-Islaam (Daulah Khilafah Islamiyyah).
Wallahu ‘alam bi shawab
Disalin dari ppt Kyai Syamsuddin Ramadhan
Banjarmasin, 23 April 2013
Komentar
Posting Komentar