Khutbah ‘Idhul Adha 1440 H
Khutbah ‘Idhul Adha 1440 H
Berkorban Membela Islam di
Zaman Fitnah
Wahyudi
Ibnu Yusuf[1]
اَللهُ أَكْبَرُ 9xاَ للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا , وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ
اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً , لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ , صَدَقَ وَعْدَهُ
وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ , لَا
إِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ , اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلَّهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ
الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ
وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَمِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ
ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ
أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي
الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ
وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.
الَلَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الأَمَانَةَ،
وَنَصَحَ الأُمَّةَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ
بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ سَبِيلِ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.
اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ،
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ! فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي
كَتَابِهِ الْكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَـائِلِيْنَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
اَللهُ أَكْبَرُ… اَللهُ أَكْبَرُ…
اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْدُ
Alhamdulillâhi
Rabbi al-âlamîn, segala pujian hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita,
Rasulullah Muhammad shallahu ‘alaihi wa
sallama, beserta keluarga, para shahabatnya, dan
seluruh umatnya yang senantiasa menaati risalahnya, serta berjuang tak kenal
lelah untuk menerapkan dan mendakwahkannya ke seluruh pelosok dunia.
Hari
ini, umat Islam di seluruh penjuru dunia mengagungkan asma Allah SWT melalui takbir, tahlil, dan tahmid. Sementara
itu, pada 9 Dzulhijjah kemarin, sekitar 3 juta
saudara kita kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia telah berkumpul di Padang
Arafah, menunaikan puncak ibadah haji.
اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله
أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Di hari yang
suci ini kita kembali mengenang pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya dalam
menaati perintah Allah SWT. Sebuah pengorbanan yang seolah tak masuk dinalar
atau logika manusia. Siang malam Nabi Ibrahim senantiasa berdoa “rabbi
hab lii min ash shalihin, Ya Tuhanku anugrahkan untukku anak yang shalih”.
Seorang putra yang digadang untuk melanjutkan estafet dakwah ilallah. Hingga akhirnya
di usia Ibrahim 86 tahun lahirlah Isma’il. Namun ketika Ismail mencapai usia sanggup berusaha (sekitar
13 tahun atau telah baligh), Allah
perintahkan untuk menyembelihnya.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ
قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا
تَرَى
“Maka
tatkala anak itu telah sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu” (TQS. ash-Shaffat: 102).
Mimpi seorang
nabi adalah ar ruyah as shadiqah (mimpi yang benar) yang datangnya dari
Allah. Selama tiga malam
berturut-turut Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah menyembelih putranya. Di
malam 8 Dzulhijjah beliau bermimpi (ru’yah) dan beliau bimbang apakah ini
perintah Allah ataukah dari syaitan, karenanya hari ini disebut hari Tarwiyah
yang maknanya adalah mimpi. Di malam ke sembilan beliau kembali bermimpi.
Sehingga beliau mengetahui (‘arafa) dan jelas bahwa mimpi tersebut dari
Allah, karenanya dinamakan hari ‘Arafah. Di malam kesepuluh beliau kembali
bermimpi, dan di hari kesepuluh inilah beliau bermaksud menjalankan perintah
Allah untuk mengurbankan putra beliau, kurban dalam bahasa arab di sebut nahr,
maka jadilah disebut hari nahr (Tafsir Imam al-Qurthubi juz 15 hlm. 102,
Maktabah Syamilah).
Perintah itu teramat berat
bagi Nabi Ibrahim. Ayah mana yang tega menyembelih putranya sendiri. Seorang
ayah atau Ibu lebih rela kehilangan nyawanya sendiri ketimbangan anaknya. Yang lebih memilukan lagi, penyembelihan itu
dilakukan oleh tangannya sendiri. Sebagaimana ucapan Nabi Ibrahim as. “anni
adzbahuka”, yang artinya “aku menyembelihmu”. Namun
Ismail dengan penuh kesabaran
mengukuhkan jiwa ayahandanya dengan mengatakan:
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Wahai
Ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (TQS. ash-Shaffat: 102)
Cinta
dan ketundukkan pada perintah Allah menjadikan keluarga mulia ini tetap teguh
dalam ketaatan. Bahkan ketika Syaitan
menggoda keluarga teladan ini mereka mengusir dan melemparinya dengan batu.
Bagi jama’ah haji, melempar jumroh adalah simbol perlawanan abadi terhadap
syaitan, sang musuh abadi.
Drama ketundukkan dan
kesabaran Ayah dan anak ini tergambar dalam dialog berikut:
“Wahai ayahku ikatlah tubuhku agar aku tidak meronta.
Jagalah bajumu agar tidak terkena darahku, jika terlihat oleh Ibu, hal itu akan
membuatnya sedih. Percepatlah dalam menyembelih/memotong
leherku agar kematian itu menjadi ringan bagiku. Palingkanlah wajahku agar
engkau tak memandang wajahku, lalu engkau merasa kasihan padaku. Dan agar aku
tak melihat tajamnya pisau hingga membuatku takut. Wahai ayah, jika engkau
pulang dan bertemu ibuku sampaikan salamku padanya”. (Tafsir Imam Qurthubi juz
15 hlm. 104, Maktabah Syamilah).
Ketundukkan yang total
seperti inilah yang Allah gambarkan dalam al Quran:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah
berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran
keduanya ). (QS. Ash-Shoffat: 103))
Nabi Ibrahim lalu
meletakkan pisau di leher putranya, menggerakkannya dengan cepat di leher
Ismail, sementara Malaikat Jibril
bertakbir:. “Allahu Akbar. Allahu Akbar”. Lalu Ismail bertahlil dan
bertakbir “Laa ilaha illaLlah wallahu Akbar”. Nabi Ibrahim kemudian
mengucapkan “Allahu Akbar walillahilhamd”. Seperti takbir, tahmid dan
tahlil yang hari ini kita kumandangkan. Allahu Akbar, Allah Maha Besar Allah
takkan menguji hamba-Nya diluar kesanggupannya, Ismail diganti dengan seekor
kibas sebagai hewan kurban.
اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله
أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asiyral muslimin rahimakumullah,
Hari ini kita tidak
diperintahkan menyembelih putra kesayangan kita. Kita hanya diminta menyisihkan
sebagaian harta kita untuk berkurban sebagai wujud syukur atas beragam nikmat Allah
yang berlimpah. Allah berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (QS. Al
Kautsar: 1-2).
Karenanya Nabi shallahu
‘alaihi wa sallama mengecam orang yang mampu namun enggan berkurban dengan
ancaman agar jangan mendekati tempat sholat Nabi. Maksudnya jangan mendekati
tempat pelaksanaan shalat ‘id. Nabi bersabda:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ
مُصَلَّانَا
Siapa saja yang memiliki kemampuan (untuk berkurban),
namun ia tidak berkurban maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat
kami (maksudnya tempat dilaksanakan sholat idhul adha ini) (HR. Ahmad dan Ibnu
Majah, redaksi Imam Ahmad)
Siapakah yang dimaksud memiliki kesanggupan berkurban?. Sanggup
menurut ulama madzhab Imam Asy Syafi’i adalah mereka yang memiliki kecukupan
sandang, pangan dan papan untuk dirinya dan keluarganya di hari 10, 11, 12 dan
13 dzulhijjah, plus dana untuk berkurban.
Maka mari kita mengukur diri kita. Apakah kita termasuk
orang yang sanggup berkurban ataukah tidak. Apakah kita termasuk orang
dimakruhkan mendekati tempat sholat ini, karena sanggup berkurban namun tak
melakukannnya. Apakah kita termasuk orang yang kikir dan berlebihan mencintai
dunia.
Hadirin yang dimuliakan Allah, kurban hakikatnya adalah
‘menyembelih’ penyakit kikir di hati. Padahal, tidaklah orang kikir kecuali ia
kikir terhadap dirinya sendiri, karena harta yang kita belanjakan di jalan
Allah itulah harta yang sesungguhnya. Orang yang kikir dia tidak akan mau
bertransaksi di jalan Allah dengan mengorbankan jiwa dan hartanya. Jika
berkorban harta saja dia enggan, apatah lagi mengorbankan jiwanya. Allah
berfirman:
هَاأَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ
نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ
Ingatlah, kamu ini
orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di
antara kamu ada yang kikir, dan
siapa yang kikir,
sesungguhnya dia hanyalah kikir
terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang berhajat
(kepada-Nya); (QS. Muhammad: 38)
اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله
أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Keluarga Ibrahim mengajarkan pada kita tentang
ketundukkan total atas perintah Allah. Taat
tanpa tapi dan tanpa nanti. Perintah Allah pasti akan mendatangkan kebaikan.
Tidak mungkin Allah memerintahkan suatu yang akan merugikan apalagi
membinasakan hamba-Nya. Hukum Allah pasti cocok untuk umat manusia, dimanapun, sampai
kapanpun, dan dalam kondisi apapun. Tidak boleh ada anggapan bahwa hukum Allah
sudah tidak cocok di zaman modern ini. Apalagi dianggap tidak layak mengatur
bangsa yang majemuk. Itu sama saja menuduh Allah tidak mengetahui perkembangan
zaman dan keragaman.
Namun, nyatanya saat ini orang atau kelompok yang patuh
pada agamanya dituduh radikal, intoleran, memecah belah dan beragam cap negatif
lain. Khilafah yang merupakan warisan Rasulullah dan para khulafa rasyidin
dituduh sebagai ideologi yang mengancam NKRI. Siapa pun, perorangan atau
kelompok yang mendakwahkanya dianggap berbahaya bahkan lebih berbahaya dari
PKI.
Sungguh, ini adalah tuduhan yang keji terhadap ajaran
Islam. Khilafah adalah ajaran Islam, warisan Rasulullah. Wali songo adalah para
da’i yang sengaja dikirim oleh para Khalifah untuk menyebarkan Islam di
Nusantara. Aceh pernah mendapat bantuan militer dari Khilafah Ustmaniyah yang
berpusat di Turki untuk mengusir Portugis. Kesultanan Islam di Nusantara pernah
mengakui Khilafah Islam sebagai pemimpin tertinggi, tak terkecuali Sultan
Suriansyah dari Kesultanan Banjar. Khilafah juga terbukti menebarkan keamanan
dan kesejahteraan di penjuru dunia, hal tersebut tidak hanya diakui oleh umat
Islam namun juga non muslim. Ringkasnya tidak ada yang perlu ditakuti dari
ajaran khilafah, sebagaimana hukum-hukum Allah yang lainnya.
Semoga Allah tunjukkan pada kita yang benar nampak benar
dan diberi kekuatan untuk menjalannya. Aamiin.
بارك الله لى
ولكم فى القرأن العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل منى
ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم
ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
KHUTBAH
KEDUA
اَللهُ
أَكْبَرُ 7 x وَلِلّهِ الْحَمْدُ
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً،
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ
صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ
إِلاًّ اللَّهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ
هَدَانَا اللَّهُ
أشهد أن
لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله . اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى
أله وصحبه أجمعين.
أما بعد. فَياَ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فقال تعالئ: إن الله وملائكته يصلون على النبى .
يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين
. وعلى التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، أَللّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ
نَّسِيْنَآ أَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا
حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ
طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا
فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ
اَللَّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ
وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِيْبِيِّيْنَ
وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكِيِّيْنَ
وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ
دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ
وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْناَ مِنَ الْعَامِلِيْنَ
الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا
وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ،
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَسُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
والسلام عليكم ورحمة الله
وبركاته
Banjarmasin, 6 Dzulhijjah 1440 H/
6 Agustus 2019, 22:45 Wita
Al faqiir ila rahmatiLlah Wahyudi
Ibnu Yusuf
Komentar
Posting Komentar