Khutbah Idul Adha 1439 H versi 1


Khutbah ‘Idhul Adha 1439 H
Belajar Taat Kepada Allah dari Keluarga Nabi Ibrahim
Wahyudi Ibnu Yusuf[1]

 اَللهُ أَكْبَرُ   3 x , اَللهُ أَكْبَرُ   3 x اَللهُ أَكْبَرُ   3 x اَ للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا , وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً , لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ , صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ , لَا إِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ , اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلَّهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَمِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ، اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ.
الَلَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى حَبِيْبِناَ المُصْطَفَى، الَّذِّي بَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الأُمَّةَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ، وَجاَهَدَ فِيْ سَبِيلِ اللهِ حَقَّ جِهاَدِهِ.

اَمَّا بَعْدُ: عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ! فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كَتَابِهِ الْكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَـائِلِيْنَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
اَللهُ أَكْبَرُ… اَللهُ أَكْبَرُ… اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّهِ الْحَمْدُ

 Alhamdulillâhi Rabbi al-âlamîn, segala pujian hanyalah milik  Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallama, beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa menaati risalahnya, serta berjuang tak kenal lelah untuk menerapkan dan mendakwahkannya ke seluruh pelosok dunia.

Hari ini, umat Islam di seluruh penjuru dunia mengagungkan asma Allah Swt melalui takbir, tahlil, dan tahmid. Sementara itu, pada 9 Dzulhijjah kemarin, hampir 3 juta saudara kita kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia telah berkumpul di Padang Arafah, menunaikan puncak ibadah haji.
 اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Di hari yang suci ini kita mengenang kembali peristiwa agung pengorbanan keluarga Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam dalam menaati perintah Allah SWT. Sebuah pengorbanan yang seolah tak masuk dinalar atau logika manusia. Puluhan tahun Nabi Ibrahim menanti lahirnya seorang putera untuk melanjutkan estafet dakwahnya. Hingga akhirnya lahirlah Isma’il dari rahim Hajar tercinta. Namun ketika Ismail mencapai usia sanggup berusaha (sekitar 13 tahun atau telah baligh), Allah perintahkan untuk menyembelihnya.

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Maka tatkala anak itu telah sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu” (TQS. ash-Shaffat: 102).

Mimpi seorang nabi adalah ar ruyah as shadiqah (mimpi yang benar) yang datangnya dari Allah. Selama tiga malam berturut-turut Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah menyembelih putranya. Di malam 8 Dzulhijjah beliau bermimpi (ru’yah) dan beliau bimbang apakah ini perintah Allah ataukah dari syaitan, karenanya hari ini disebut hari Tarwiyah yang maknanya adalah mimpi. Di malam ke sembilan beliau kembali bermimpi. Sehingga beliau mengetahui (‘arafa) dan jelas bahwa mimpi tersebut dari Allah, karenanya dinamakan hari ‘Arafah. Di malam kesepuluh beliau kembali bermimpi, dan di hari kesepuluh inilah beliau bermaksud menjalankan perintah Allah untuk mengurbankan putra beliau, kurban dalam bahasa arab di sebut nahr, maka jadilah disebut hari nahr (Tafsir Imam al-Qurthubi juz 15 hlm. 102, Maktabah Syamilah).

Perintah itu teramat berat bagi Nabi Ibrahim. Ayah mana yang tega menyembelih putranya sendiri. Seorang ayah atau Ibu lebih rela kehilangan nyawanya sendiri ketimbangan anaknya. Yang lebih memilukan lagi, penyembelihan itu dilakukan oleh tangannya sendiri. Sebagaimana ucapan Nabi Ibrahim as. “anni adzbahuka”, aku menyembelihmu. Namun Ismail  dengan penuh kesabaran mengukuhkan jiwa ayahandanya dengan mengatakan:
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Wahai Ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (TQS. ash-Shaffat: 102)

Cinta dan ketundukkan pada perintah Allah menjadikan keluarga mulia ini tetap teguh dalam ketaatan. Bahkan ketika Syaitan menggoda keluarga teladan ini mereka mengusir dan melemparinya dengan batu. Bagi jama’ah haji, melempar jumroh adalah simbol perlawanan abadi terhadap syaitan. 

Drama ketundukkan dan kesabaran Ayah dan anak ini tergambar dalam dialog berikut:
“Wahai ayahku ikatlah tubuhku agar aku tidak meronta. Jagalah bajumu agar tidak terkena darahku, jika terlihat oleh Ibu, hal itu akan membuatnya sedih. Percepatlah  dalam menyembelih/memotong leherku agar kematian itu menjadi ringan bagiku. Palingkanlah wajahku agar engkau tak memandang wajahku, lalu engkau merasa kasihan padaku. Dan agar aku tak melihat tajamnya pisau hingga membuatku takut. Wahai ayah, jika engkau pulang dan bertemu ibuku sampaikan salamku padanya”. (Tafsir Imam Qurthubi juz 15 hlm. 104, Maktabah Syamilah).


Ketundukkan yang total seperti inilah yang Allah gambarkan dalam al Quran:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). (QS. Ash-Shoffat: 103))
Nabi Ibrahim lalu meletakkan pisau di leher putranya, menggerakkannya dengan cepat di leher Ismail,  sementara Malaikat Jibril bertakbir:. “Allahu Akbar. Allahu Akbar”. Lalu Ismail bertahlil dan bertakbir “Laa ilaha illaLlah wallahu Akbar”. Nabi Ibrahim kemudian mengucapkan “Allahu Akbar walillahilhamd”. Apa yang terjadi?. Apa yang terjadi hadirin?.  Pisau tajam yang ada di tangannya tak sanggup menembus kulit putranya. Allah berseru kepada nabi Ibrahim:
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim. sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu (QS. Ash-Shaffat: 104-105)

Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha, Allah tidak pernah membebani hamba-Nya diluar kesanggupannya. Allah kemudian ganti Ismail dengan seekor Kibas atau Domba yang gemuk. Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahilhamd. Allah berfirman:
 إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat ihsan. (QS. Ash-Shaffat: 104-105)
 اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asiyral muslimin rahimakumullah,
Hari ini kita tidak diperintahkan menyembelih putra kesayangan kita. Kita hanya diminta menyisihkan sebagaian harta kita untuk berkurban unta, sapi, atau kambing sebagai wujud syukur atas beragam nikmat yang Allah limpahkan pada kita. Bukankah Allah telah halalkan binatang ternak, Allah juga telah halalkan banyak buah-buahan, biji-bijian, aneka ragam ikan dan beragam nikmat lain untuk kita?. Allah berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (QS. Al Kautsar: 1-2).
Karenanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallama mengecam orang yang mampu namun enggan berkurban dengan ancaman agar jangan mendekati tempat sholat Nabi. Maksudnya jangan mendekati tempat pelaksanaan shalat ‘id. Nabi bersabda:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Siapa saja yang memiliki kemampuan (untuk berkurban), namun ia tidak berkurban maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat kami (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, redaksi Imam Ahmad)

اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kurban hakikatnya adalah ‘menyembelih’ sifat bakhil atau kikir. Kikir adalah penyakit yang berbahaya. Berbahaya bagi diri sendiri dan umat. Tiadalah orang kikir kecuali ia kikir terhadap dirinya sendiri, karena harta yang kita infaqkan di jalan Allah itulah tabungan harta kita yang sesungguhnya. Cara mengikisnya adalah dengan memperbanyak infaq di jalan Allah. Orang yang kikir dia tidak akan mau bertransaksi di jalan Allah dengan mengorbankan jiwa dan hartanya. Jika harta yang hakikatnya pemberian dari Allah ia enggan korbankan, apatah lagi mengorbankan jiwanya. Allah berfirman:
هَاأَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir, sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berhajat (kepada-Nya); (QS. Muhammad: 38)

اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Pelajaran lain dari kurban Nabi Ibrahim adalah membenarkan dan tunduk total pada perintah Allah. Setiap perintah Allah pasti akan mendatangkan mashlahat/kebaikan. Tidak mungkin Allah memerintahkan suatu perbuatan yang akan merugikan apalagi membinasakan hamba-Nya. Termasuk harus kita yakini bahwa syariat Allah pasti cocok untuk umat manusia. Dimanapun, dalam kondisi apapun, dan sampai kapanpun. Tidak boleh ada anggapan dalam diri kita bahwa hukum Allah sudah tida relevan di zaman modern ini. Apalagi dianggap tidak layak mengatur bangsa yang majemuk. Itu sama saja menuduh Allah tidak mengetahui perkembangan zaman dan keragaman. Na’uzdubillah min dzalik. Sampai kapanpun hukum Allah adalah hukum yang terbaik. Allah berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Maaidah: 50)


اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Bangsa kita dalam konsidi yang menyedihkan. Ekonominya morat-marit, politiknya amburadul, hukumnya tajam ke bawah tumpul ke atas, ringkasnya ruwet dan rumit. Aturan manusia tidak akan sanggup menyelesaikannya. Siapapun pemimpinnya, kecuali dengan kembali kepada Allah dan  menerapkan aturan Allah. Dengan kembali kepada Allah dan menerapkan aturan Allah tanpa pilah dan pilih bangsa kita akan mentas dari beragam masalah dan menjadi bangsa yang akan memimpin dunia, in syaa Allah. Bukankah Allah telah berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menganti (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. (QS. an Nur [24]: 55)

Semoga kita menjadi bagian yang berkontribusi positif bagi kebangkitan umat ini. Berkorban dengan waktu, tenaga, fikiran, harta, dan nyawa kita untuk membela agama Allah.  Aamiin ya rabbal ‘alamiin.
بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
 أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Banjarmasin, 1 Dzulhijjah 1439 H/12 Agustus 2018
Al faqiir ila rahmatiLlah Wahyudi Ibnu Yusuf


[1] Khadim Majlis Darul Ma’arif Banjarmasin Kalsel

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGUPAS KAIDAH “MÂ LÂ YATIMMU Al-WÂJIB ILLÂ BIHI FAHUWA WÂJIB”

ATAP RUMAH MENJOROK KE JALAN

CARA DUDUK TASYAHUD AKHIR MENURUT 4 MADZHAB