HADIAH PERNIKAHAN
PERJANJIAN YANG KOKOH; HADIAH PERNIKAHAN
Perjanjian Yang Kokoh
Al-Quran yang mulia menyebutkan akad nikah sebagai mitsaqan
ghalizha (perjanjian/ikatan yang kokoh). Allah berfirman:
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى
بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali,
padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai
suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
yang kuat. (QS. An-Nisa [4]: 21)
Mitsaq maknanya adalah al-‘ahdu (perjanjian),
sedang ghalizha maknanya adalah asy-syadid (kuat/kokoh). Dalam
beberapa kitab tafsir dijelaskan maksudnya adalah akad nikah. Disebut mitsaqan
ghaizha, menurut Qatadah karena Allah mengambil dari seorang wanita apa
yang sebelumnya diharamkan menjadi halal bagi seorang lelaki. Artinya atas
kehendak Allah ikatan ini terjadi. Sehingga ikatan ini merupakan amanah dari
Allah SWT. Dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban. Nabi bersabda:
واستوصوا بالنساء خيرًا، فإنكم أخذتموهن بأمان
الله، واستحللتم فُروجهن بِكَلِمَة الله"
Berlaku baiklah terhadap istri kalian,karena kalian telah
mengambil mereka sebagai amanah Allah, dan kemaluan mereka halal bagimu dengan kalimah
Allah (HR. Muslim)
Imam Nawawi menguatkan makna kalimah Allah dengan ijin
menikahi wanita sebagaimana dalam firman-Nya.
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنْ النِّسَاء
Maka nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian
senangi (QS. An-Nisa [4]: 3).
Meski demikian ada juga yang memaknainya dengan ijab wa
qabul, bahkan ada juga yang memaknainya dengan kalimat tauhid laa ilaha
illaLlah Muhammad RasuluLlah (Syarah hadist Muslim li Imam Nawawi juz 4 hlm
312)
Saking kokohnya ikatan ini hingga untuk memutuskannya
harus dilakukan dengan berkali-kali, yakni talak sebanyak tiga kali. Bahkan
sebagian ulama menyebutkan harus dalam waktu yang berbeda-beda (tidak dalam
satu waktu). Itupun disebut sebagai perkara mubah yang dibenci Allah.
Allah menggunakan lafadz yang sama (mitsaqan ghalizha)
untuk kontek perjanjian dalam ketaatan dan risalah kenabian. Dalam hal ketaatan,
Allah berfirman.
وَرَفَعْنَا فَوْقَهُمُ الطُّورَ
بِمِيثَاقِهِمْ وَقُلْنَا لَهُمُ ادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُلْنَا لَهُمْ
لَا تَعْدُوا فِي السَّبْتِ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (154)
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka
bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka.
Dan kami perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu gerbang itu sambil
bersujud dan Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu
melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami telah mengambil dari
mereka perjanjian yang kokoh. (QS. An-Nisa [4]: 154)
Dalam tafsir Thabari disebutkan;
وقوله:"وأخذنا
منهم ميثاقًا غليظًا"، يعني: عهدًا مؤكدًا شديدًا، بأنهم يعملون بما أمرهم
الله به، وينتهون عما نهاهم الله عنه، مما ذكر في هذه الآية، ومما في التوراة.
Dan firman Allah: “Dan kami ambil dari mereka
(Bani Israil) mitsaqan ghalizha”
yakni perjanjian yang kuat lagi kokoh agar mereka beramal dengan apa yag
diperintahkan Allah dan mereka meninggalkan apa yang dilarang dari apa-pa yang
disebutkan dalam ayat ini dan apa-apa yang terdapat pada Taurat (Tafsir at-Thabari,
jami’ al-bayan fi ta’wilil quran juz 9 hlm 362)
Mengenai risalah kenabian Allah berfirman;
وَإِذْ أَخَذْنَا
مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil
perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan
Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh
(QS. Al-Ahzab [33]: 7)
Dari uraian di atas kita dapat mengambil
pelajaran, diantaranya:
1.
Pernikahan adalah akad yang agung karena ia
didasari perintah Allah dan kalimat tauhid yang keagungannya disebangunkan
dengan ketaatan kepada Allah bahkan janji risalah kenabian
2.
Ikatan pernikahan hanya akan kokoh dan
langgeng jika dibangun atas dasar tauhid dan ketaatan kepada Allah
3.
Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian maka
perjanjian akad nikah memiliki konsekuensi yang mengikat yakni pemenuhan hak
dan kewajiban dari masing pihak yang berakad/berjanji.
Wahai Suami, berlakulah Makruf pada Istri
Di antara kewajiban seorang suami selain
nafkah lahir dan batin yang paling penting adalah perlakuan yang ma’ruf (baik).
Kemakrufan yang dimaksud adalah kemakrufan yang sesuai ajaran tauhid seperti
yang dicontohkan Nabi saw. Dimana ukuran baiknya seseorang diukur dengan
baiknya perlakuannya terhadap keluarganya, khususnya anak dan istrinya. Nabi
bersabda:
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
Orang
terbaik dari kalian adalah yang terbaik perlakuannya terhadap keluarganya dan
saya adalah orang yang paling baik perlakuannya terhadap keluargaku (HR.
Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kalau
pun terdapat hal yang tidak engkau sukai dari istrimu maka bersabarlah. Karena
pada hal yang kalian tidak sukai Allah sedang menyiapkan kebaikan yang banyak.
Allah berfirman;
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Dan
bergaullah dengan mereka (para istri) dengan baik. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa [4]: 19)
Apakah
kebaikan yang banyak itu? Dalam tafsir al-Alusi disebutkan ‘seperti anak dan
keharmonisan setelah terjadinya sesuatu yang tidak disukai’. Sebulan atau
beberapa bulan setelah pernikahan lazimnya memang tidak ada yang tak disukai. Tetapi setelah itu mungkin akan ada perubahan kebiasaan istri. Jadi suka
tidur dan nampak bermalas-malasan. Tentu ini adalah kebiasaan yang tak kita
sukai. Mungkin akan muncul prasangka di diri kita. Tapi cobalah tanyakan.
Apakah dia sedang ngidam. Jika iya berarti apa yang kita tak sukai awalnya
padahal di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak, yakni keturunan. Bukankah
saat ini bertambahlah rasa cinta dan kasih saying kita pada istri kita.
Demikian pula ketika terjadi sedikit perdebatan karena miskom atau salah paham.
Setelah semuanya dikomunikasikan lalu kedua pihak saling memahami, saling
memaafkan, dan saling membuat komitmen. Apa yang anda rasakan? Bukankan
keharmonisan yang bertambah? Maha benar Allah yang menanamkan cinta dan kasih sayang
pada jiwa-jiwa orang yang beriman.
Kalau
pun engkau belum menangkap kebaikan yang banyak itu di dunia maka bersabarlah.
Sabar memang mudah ditulis dan diucapkan berat diamalkan. Akan tetapi dalam kesabaran
ada ladang pahala yang tak ternilai besarnya dan senantiasa disertai Allah.
Bukankah Allah beserta orang-orang yang berbuat sabar?. Jika Allah senantiasa
menyertai kita, maka cukuplah itu bagi kita.
Wahai
para suami berlaku makruflah pada istrimu. Bukankah istrimu telah merelakan
kebahagiaannya dengan orang tuanya untuk mengarungi pahit-manisnya kehidupan
bersamamu? Bukankah ia telah memilih engkau dari beberapa lelaki yang juga
menginginkannya? Bukankah ia ikhlas dan ridho menua bersamamu? Bukankah ia yang
melepasmu ketika engkau berangkat bekerja tuk menyelesaikan tumpukan pekerjaan
di kantormu? Ia pula yang dengan sabar mengurus rumahmu. Menyambutmu dengan
muka manis ketika engkau datang dengan muka kusut karena masalah di tempat
kerjamu. Ia pula yang melahirkan anak-anakmu dengan pertaruhan nyawa. Menjaga
dan mendidik anak-anakmu hingga saat kau telah tertidur ia masih terjaga.
Bahkan saat engkau masih terlelap ia telah terjaga. Wahai para suami berlakulah
yang makruf pada istrimu, karena ia telah menghalalkan dirinya dengan
perjanjian yang kuat. Dengannya hatimu menjadi terjaga. Padahal di luar sana
banyak wanita yang siap merusak imanmu.
Wahai Istri, Taatlah pada Suamimu
Wahai para istri tidak ada yang lebih
diharapkan dari seorang suami padamu selain taatnya engkau padanya. Ketataan
yang dibingkai syariah. Bukankah Nabi memerintahkan kalian tuk meminta ijin
pada suamimu saat akan melaksanakn shaum sunnah. Bahkan Nabi menyatakan
seandainya diperbolehkan sujud pada manusia, niscaya diperintahkan istri sujud
pada suaminya. Ketaatan itulah yang menjadikan suamimu makin cinta.
Wahai para istri taatlah pada suamimu.
Bukankan ia telah mencurahkan waktunya hingga tua, mencurahkan tenaganya hingga
renta, dan pikirannya untuk memberikan nafkah terbaiknya untukmu dan
anak-anakmu. Ia berangkat pagi menghadapi kerasnya kehidupan dunia, pulang
malam dalam keadaan yang lelah. Bukan hanya untuk karirnya tapi juga untukmu
dan anak-anakmu. Bahkan seandainya ia hanya memiliki uang yang hanya cukup
untuk membeli satu pakaian baru. Maka itu untukmu bukan untuknya. Ia tetap
setia padamu, menjaga mata dan hatinta untuk mu, karena ia telah mengikat janji
dengan ikatan yang kokoh hanya padamu.
Wahai para istri taatlah pada suamimu.
Mengertilah akan keinginannya, meski kadang tak diucapkannya. Bersoleklah hanya
untuknya agar ia menjaga mata dan hatinya hanya untukmu. Rapikanlah rumahnya
agar ‘rapi’ pula hati suamimu. Laksanakanlah shalat dhuha ketika suamimu
bekerja agar kuat ia menanggung beratnya bebannya hidup. Bersabarlah atas
perlakuannya yang mungkin terkadang tak sesuai kehendak hatimu. Karena
sebagaimana engkau ia juga belajar menjadi suami yang didamba.
Wahai Para Suami dan Istri
Pasangan hidupmu adalah cermin bagimu, maka
bercerminlah padanya dan temukan dirimu sesungguhnya…
Wahai Para Suami dan Istri
Berjuanglah tuk menjaga kebersamaan dengan
pasangan hidup anda hingga tua, hingga tiada, dan hingga ke surga. Aamiin ya
rabb
Banjarmasin, 27 Rabi’ul Awwal 1437 H / 7 Januari 2016
Al Faqiir ila
rahmatiLlah Wahyudi Abu Zainul Umam
Komentar
Posting Komentar