SYARAT IN’IQAD DAN SYARAT SAH
PERBEDAAN SYARAT IN’IQAD
DAN SYARAT SAH
Syarat in’iqad adalah syarat yang harus terpenuhi pada rukun-rukun
akad, jika tidak terpenuhi maka akadnya batal. Rukun-rukun akad secara umum
terdiri dari 3 yaitu: dua pihak yang berakad, objek akad, dan ijab wa qabul. Misalkan
dalam jual-beli, madzhab Hanafi menetapkan syarat in’iqad yang harus terpenuhi
pada pihak yang berakad, akad itu sendiri (ijab-qabul), tempatnya, dan
objek akad (ma’qud ‘alaih). Tentang pihak yang berakad (al ‘aaqid) misalkan disyaratkan
berakal dan mumayyiz. Tentang ijab-qaul disyaratkan sesuainya ucapan ijab
dengan qabul. Tentang tempat akad disyaratkan akad terjadi di satu majlis akad.
Tentang objek akad (ma’qud ‘alaih) misalnya disyaratkan barang yang
dijual dimiliki penjual. (al fiqhul islamy wa adillatuhu 4/122-125)
Dalam kitab an nizham al ijtima’I fil Islam dicontohkan
syarat in’iqad untuk akad nikah yaitu: akad dilakukan disatu majlis akad, pihak
yang berakad (al ‘aaqid) mendengar dan memahami redaksi ijab dan qabul,
berkesuaiannya ijab dan qabul, wanita yang dinikai adalah yang boleh dinikahi
yakni muslimah atau wanita kitabiyah (Yahudi dan Nashrani) (an nizham al
ijtima’I fil Islam hlm 112-113)
Syarat sah adalah syarat yang harus terpenuhi pada akad,
tetapi tidak langsung pada rukun-rukun akad. Jika tidak terpenuhi maka akad
menjadi tidak sah. Menurut jumhur ulama akadnya menjadi bathil, sementara
sebagian fuqaha termasuk syaikh Taqiyuddin an Nabhani menyatakan akadnya fasad
tidak batal (an nizham al ijtima’I fil Islam hlm 113-114).
Syarat-syarat tersebut tidak berkaitan langsung dengan
rukun-rukun akad. Dan syarat-syarat ini muncul karena terdapat larangan dari
syari’at maupun perintah untuk memenuhinya. Dalam kitab an nizham al ijtima’I fil
Islam dicontohkan syarat sah akad nikah adalah mempelai wanita harus wanita
yang halal untuk melangsungkan akad nikah, jika menghimpun dua saudara maka
tidak sah akad nikahnya (fasad), adanya wali nikah bagi mempelai wanita, dan
kehadiran dua orang saksi.
Dalam hal syarat sah jual beli misalkan tidak adanya
paksaan, bukan jual beli dengan batas waktu (misalnya saya jual baju ini selama
satu bulan), terhindar gharar (ketidakjelasan), untuk barang bergerak
disyaratkan telah dikuasai/beralihnya barang yang dijual oleh penjual sebelum
ia menjualnya. (al fiqhul islamy wa adillatuhu 4/145-148)
Wallahu a’lam bi shawab
Majlis Darul Ma’arif Bjm, 1 Nopember 2017
Wahyudi Ibnu Yusuf
Komentar
Posting Komentar