Kisah Seekor Kucing dan Secuil Harta Dunia
KISAH SEEKOR KUCING DAN SECUIL HARTA DUNIA
Wahyudi Abu Syamil Zainul Umam
Kami
memelihara seekor kucing jantan yang sangat agresif. Tak jarang ia menjatuhkan
piring untuk mencari makanan yang dapat disantap. Saking agresifnya kadang kami
‘menganjurkan’ dia agar ikut kajian adab setiap hari selasa di rumah kami. Di
antara kebiasaan kami adalah memberinya makan dengan sisa tulang dan kepala
ikan yang dicampur dengan nasi. Hanya saja karena agresifnya kadang kucing kami
ini tidak sabar menunggu jatahnya. Maka terpaksa kami memakai jurus ampuh yaitu
‘mencubitkan’ sedikit ekor ikan untuk memancing kucing kami tersebut agar mau
keluar rumah. Lalu pintu dan jendela kami tutup semua. Efektif. Bahkan setiap
kali kami akan bersantap cara ini selalu ampuh untuk dimainkan. Kucing itu
mengejar secuil ekor ikan dan rela meninggalkan seekor atau beberapa ekor ikan
yang terhidang di meja makan.
Kami
tidak sedang melakukan trik penipuan terhadap kucing kami. Toh memang ada
makanan kecil yang kami hidangkan dan usai makan seperti biasa sisa tulang
dicampur dengan nasi tetap kami hidangkan padanya. Hanya saja ada pelajaran
penting yang patut kita petik. Maaf, beribu maaf. Terkadang
kita berperilaku seperti kucing kami ini. Tertipu dengan secuil harta
dunia, sementara kenikmatan hakiki terabaikan. Bukankah kehidupan akhirat
adalah kehidupan yang hakiki?. Sementara kehidupan dunia ini menipu. Kalau ada
kenikmatan dunia maka di sisi Allah, jika ditimbang tidak lebih berat dari
sehelai sayap nyamuk.
Dari
Sahl bin Sa’ad, Nabi bersabda:
لَوْ
كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا
مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
"Seandainya
dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk
tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk
air." (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan gharib)
Bahkan
ada yang tertipu dengan secuil harta dunia dengan menjual ayat-ayat Allah.
Memutarbalikkan hak dan batil. Mengusung pemimpin kafir dan membela penghina al
Quran dengan dalih bahwa ayat-ayat al-Quran multi tafsir. Mengusung ide liberal
dengan menyatakan tafsir klasik sudah tidak cocok dengan perkembangan jaman,
bahkan dengan lancang mengatakan al Quran adalah produk budaya. Sungguh orang
seperti ini sudah menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah. Padahal Allah
berfirman,
فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ
تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلاً
Karena
itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan
janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. (QS. al-Maidah:
44)
Ayat
ini diturunkan adalah sebagai peringatan untuk para pembesar yahudi, seperti
Huyai bin Akhtab, Ka’ab al-Asyraf, atau pemuka yahudi lainnya. Sebelum Islam datang,
para pemuka yahudi mendapatkan upeti dan uang sogokan dari masyarakatnya.
Setiap kali mereka mengeluarkan fatwa atau membacakan taurat, atau melakukan
ritual yahudi, mereka diberi bayaran oleh masyarakat.
Pada
saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin tiba di madinah,
mereka khawatir, jika nanti sampai banyak masyarakat Madinah, terutama yang
yahudi masuk islam, maka mereka tidak lagi mendapatkan uang upeti, sogok atau
minimal pemasukan mereka akan berkurang.
Karena
alasan ini, mereka berusaha menghalangi masyarakat Madinah, terutama masyarakat
yahudi, agar tidak mengikuti dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat. padahal mereka tahu dengan yakin, bahwa Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi terakhir seperti yang disebutkan
dalam taurat.
Dalam
tafsir Ibnu Katsir dijelaskan,
معناه لا تعتاضوا عن البيان والإيضاح
ونشر العلم النافع في الناس بالكتمان واللبس لتستمروا على رياستكم في الدنيا
القليلة الحقيرة الزائلة عن قريب
Maknanya,
janganlah kalian mengambil dunia, dengan sengaja menyembunyikan penjelasan,
informasi, dan tidak menyebarkan ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat, serta
membuat samar kebenaran. Agar kalian bisa mempertahankan posisi kepemimpinan
kalian di dunia yang murah, rendah, dan sebentar lagi akan binasa. (Tafsir Ibnu
Katsir, 1/244).
Dan
makna ‘tsamanan qalilan” atau harga yang rendah” adalah dunia seisinya.
Harun
bin Zaid menceritakan,
سئل الحسن ، يعني البصري ، عن قوله
تعالى : ( ثمنا قليلا ) قال : الثمن القليل الدنيا بحذافيرها
Hasan
al-Bashri pernah ditanya tentang firman Allah, [ثَمَناً
قَلِيلاً] “harga yang rendah”. Kata beliau, “Harga yang rendah adalah
dunia seisinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/243).
Jika
menjual ayat-ayat Allah dengan bayaran dunia beserta isinya saja adalah harga
yang sedikit/rendah apatah lagi jika hanya puluhan atau ratusan juta. Sungguh bayaran
yang diterima para penjual ayat-ayat Allah tiada harganya sama sekali di sisi
Allah. Dan mereka menukar kenikmatan dengan kehinaan serta laknat dari Allah,
para Malaikat dan yang bisa melaknat. Na’udzubillah min dzalika. Wallahu
a’lam bi shawab
Al faqiir
ila rahmatiLlah Wahyudi Abu Syamil Zainul Umam
Batu
Licin, 22 Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar